Monday, December 4, 2017

Tentang Rasa: Serangkai Surat Untuk"mu", Sahabatku...

Bismillahirrahmanirrahim.

Sapaan itu bisa hadir dari mana saja, melalui siapa saja.

Kali ini, perkenankan diri untuk sekedar membagi rangkaian kalimat, tepatnya sebuah 'surat' karya Ahmad Rifa'i Rif'an yang secara tidak sengaja terbaca kembali. Ups, maaf, seseorang berkata bahwa tidak ada suatu kebetulan. Oleh karenanya, ketidak-sengajaan yang terjadi, barangkali sekaligus sebagai pengingat (kembali) khususnya bagi diri ini. Bagi diri yang boleh jadi telah "salah dalam menempatkan-Nya", baik untuk sekali, duakali, atau bahkan berkali-kali...

Benar. Ini adalah tentang 'rasa'. Suatu bahasan yang tidak akan ada habisnya. Suatu kata yang apabila salah mengendalikannya ketika itu menghampiri kehidupan kita, maka justru dapat merusak segalanya...


Berhentilah bertanya
bagaimana menemukan pasangan yang baik.
Mulailah menjadi orang yang baik
dan terus lebih baik,
maka akan terjawab sendiri pertanyaan ini.
-
Akan selalu ada laki-laki yang baik-baik
untuk wanita yang terus berusaha memperbaiki dirinya.
Juga, akan selalu ada, wanita yang baik-baik
untuk laki-laki yang selalu berusaha memperbaiki dirinya.
– Tere Liye –


***

Assalamu'alaikum.


Untuk Sahabatku dan -mu,

K-A-M-U dan A-K-U

Dari Sahabatmu dan -ku,
A-K-U dan K-A-M-U

...Sebelumnya aku mohon maaf jika tulisan ini datang secara tiba-tiba kepadamu. Namun percayalah, bahwa hal ini sudah dalam skenario Allah. Karena tak ada satu pun peristiwa di dunia ini yang lepas dari campur tangan-Nya.
Anggaplah yang tersampaikan dari buku ini sebagai suratku untukmu. Anggaplah akulah yang menulis surat ini dengan keseriusan dan kesungguhan. Karena apa yang ingin kuungkapkan padamu, sungguh telah terwakili oleh rangkaian kalimat dalam buku ini.
Aku berpikir cukup panjang sebelum aku memutuskan untuk memberimu tulisan yang mungkin mengejutkan ini. Aku mempertimbangkan segala konsekuensi yang akan aku terima setelah aku melepas surat ini padamu. Aku pikirkan semua resiko atas apa yang akan terjadi setelah engkau membaca surat dariku ini.
Sahabatku, percayalah bahwa hingga hari ini, sebenarnya aku masih ingin bersamamu. Belum ada cinta lain yang menggantikan posisimu di hatiku. Namun yang membuatku ingin mengakhiri ini bukanlah karena rasa cintaku yang mulai luntur padamu. Tapi karena aku sadar, ekspresi cintaku padamu sangat tak tepat jika melalui hubungan yang tak diridhai-Nya.
Aku tertampar ketika membaca nasehat yang mulia dari Imam Syafi'i, "Jangan mencintai orang yang tidak mencintai Allah. Karena jika Tuhan saja ia durhakai, apalagi dirimu." Maka aku merenung, jangan-jangan selama ini kita menjadi salah satu pendurhaka Allah, yang mudah meremehkan kemaksiatan.
Kita tahu bahwa hubungan spesial antara seorang lelaki dengan perempuan bukan mahram sebelum adanya tali pernikahan seringkali mendekatkan pada dosa. Kita tahu itu, tapi kita mengabaikannya hanya dengan dalih bahwa kita masih muda, punya banyak kesempatan memperbaiki diri.
Padahal kita juga tahu bahwa datangnya malaikat Izrail tak ada yang bisa menebak. Kita tahu bahwa datangnya kematian tak menunggu taubat kita. Wafatnya kita tak terkait dengan muda atau tua. Usia kita bisa berakhir kapan saja.
Maka betapa bodohnya jiwa yang sudah tahu bahwa dia bisa mati kapan saja, tetapi masih dengan santainya menunda taubatnya. Betapa bodohnya hati yang sudah sadar bahwa dia bisa memasuki alam Barzah kapan saja, tetapi masih dengan tenangnya menikmati beragam aktivitas dosa.
Kita berdalih di balik kata 'cinta'. Padahal cinta terbaik adalah ketika kau mencintai seorang kekasih yang membuat imanmu mendewasa, taqwamu bertumbuh, cintamu pada-Nya juga bertumbuh. Cinta terbaik adalah saat kau mencintai seorang yang membuat akhlaqmu makin indah, jiwamu makin damai, hatimu makin bijak.
Lantas bagaimana dengan perasaan yang ada di hati kita? Aku sangat khawatir jika yang kita rasakan selama ini cenderung kepada hawa nafsu, bukan cinta. Karena jika itu cinta yang suci, maka mustahil kita akan berani melanggar aturan-Nya.
"Siapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka jangan sekali-kali ia berduaan dengan wanita yang tidak ada bersama dia mahramnya. Karena kalau mereka berdua saja, maka syaithan yang menggenapkan mereka bertiga." [HR. Ahmad]
Tolong bantu aku memperbaiki diriku. Aku percaya bahwa ketika kita bersungguh-sungguh dalam upaya perbaikan diri, maka Allah pun akan mengaruniai nikmat agung yang akan kita jumpa di masa depan kita.
Bukankah ketika kita mencinta seseorang, sebenarnya kita ingin membahagiakan orang yang kita cintai? Maka aku sangat ingin dirimu bahagia. Bukan hanya bahagia dunia, tapi juga bahagia di akhirat nanti. Aku pun berharap engkau memiliki harapan yang sama, yakni ingin agar dunia dan akhiratku juga bahagia.
Saat hubungan tak halal ini kita pertahankan, aku khawatir jika murka Allah senantiasa bertambah. Karena sebenarnya ribuan nasehat kebaikan tak henti mengguyur kita. Tetapi kita abai terhadapnya. Kita lebih mementingkan hawa nafsu kita.
Saat berjumpa dengan jodoh nanti, aku tentu saja berharap jika jodohku adalah yang terbaik. Tetapi aku pun berpikir, apakah mungkin aku akan dikaruniai jodoh terbaik jika diriku tidak kunjung memperbaiki diri? Apakah pantas orang sepertiku diberi hadiah istimewa, sementara diri ini masih banyak kekurangan dan dosa?
Maka ketika bermimpi tinggi, tak ada langkah yang lebih bijak kecuali juga dengan upaya yang lebih tinggi pula. Aku tahu bahwa berpisah denganmu adalah hal yang berat bagiku. Tetapi jika aku tak berani mengambil keputusan berat ini, bagaimana aku bisa meraih yang kuimpikan?...
***

Ada rindu yang alangkah baiknya untuk tidak disampaikan. Rindu yang menjadi baik ketika tidak secara langsung disampaikan, tidak secara langsung diutarakan.

"Merelakan bukan akhir dari segalanya, tapi sikap mulia yang dapat membuka babak baru dalam hidup kita..." [Arif Rahman Lubis]


Satu lainnya yang tidak boleh terlupa dari rindu itu adalah dengan merelakan. Rela agar masing-masing diri dapat secara maksimal melakukan pembenahan, perbaikan. Bukankah salah satu pinta kita adalah dipertemukan dengan dia yang dapat terus menuntun dalam kebaikan, dalam kebenaran? Maka, jadikanlah saat-saat bersama-Nya, saat kita berharap dan mendo'a pada-Nya sebagai sebaik-baik pelampiasan akan kerinduan...


Mencintai dalam diam adalah seperti menari takjim sendirian di antara kabut pagi di sebuah padang rumput yang megah dan indah. Dan meski tidak tersampaikan, tidak terucapkan, demi menjaga kehormatan perasaan, kita selalu tahu itu sungguh tetap sebuah tarian cinta. Semoga besok lusa bisa menari bersama dalam ikatan yang direstui agama, dicatat oleh negara. [Tere Liye]



Melangitkan doa untuk cinta adalah

sebaik-baik mencintai dengan cara yang baik.
Aku mencintaimu dalam diamku. Meski diam,
bukan berarti aku tidak memperjuangkan.
[Dari sebuah buku]



---

2 comments:

  1. Merinding aku bacanya...
    Ini keren banget.

    ReplyDelete
  2. menyentuh banget kak
    terinspirasi banget membuat kita berfikir bahwa pasangan hidup akan datang dengan adanya takdir yang sudah alloh tentukan.

    ReplyDelete