Sunday, October 23, 2016

Malam Puisi, bukan di bulan Juni

Bismillahirrahmanirrahim.

Hai, malam!


"Orang berilmu itu derajatnya lebih tinggi, karena tanggung jawab yang dipikulnya juga lebih tinggi. Teruslah belajar, teruslah mencari kebenaran, dan teruslah berusaha untuk mengamalkan ilmu yang kau tau." - Ahmad Rifai Rif'an


:)


Adalah benar bahwa menuntut ilmu itu wajib, bagi laki-laki dan perempuan tanpa terkecuali. Dan malam ini rasanya begitu banyak hal sederhana dan begitu indah yang telah aku temui. Alhamdulillah.


:)


Pertama tentang senja yang mulai temaram, jelaslah bahwa menjadi hal yang pas untuk bermelow sambil perlahan tenggelam di tengah hangatnya suasana dalam keramaian kota menuju kelam, menuju malam..


Malam ini ada banyak hal yang berhasil digali. Hal-hal luar biasa yang terkadang senantiasa hadir, namun tak disadari. Hal-hal indah yang rasanya terlalu sayang untuk dilewati. Illahi Rabbi, terimakasih atas nikmat yang telah Engkau beri, khususnya untuk malam ini..

"Namun, ia percaya -yakin seyakin-yakinnya- bahwa manusia yang sama-sama masih hidup bisa berkomunikasi tanpa harus bertemu muka. Bahkan dari jarak yang sangat jauh pun. Dia percaya pada teori yang menjelaskan bahwa inti kehidupan itu komunikasi dan komunikasi itu inti kehidupan. Dan bahwa puisi itu komunikasi, dan bahwa komunikasi itu shaman. Dan bahwa shaman itu medium. Dan oleh karenanya puisi itu medium. Hah!" [Hujan Bulan Juni, hal : 3]


Kemudian...

untuk sekali lagi...

Taukah?


Kau itu ada, bahkan tetap ada

hanya saja, aku yang kemana-mana

Kau itu hadir, bahkan tetap terus hadir

hanya saja, beberapa waktu ini aku sekedar mampir

Kau itu setia, bahkan ada untuk setia

hanya saja, kadang aku justru terlena dan terlupa

Itulah kau…


Tempat dimana k(a)u berada

untuk seharusnya

Memang tepat, baik untuk sebuah malam dan juga puisi. Ditambah hujan yang juga hadir menemani, begitu merdu dan lihainya ia bernyanyi. Yaaa, meskipun bulan ini bukan bulan Juni...


:)
__________
2016年10月22日

hari ke-limapuluh setelah kala itu,
masih kepada dan untuk dia,
'sosok' yang sama dengan sebelumnya


Selamat Malam!


Wednesday, October 19, 2016

Challenge IOC Writing Project bulan Oktober: CERITA BERSAMBUNG

Bismillahirrahmanirrahim.

A/N: Ini adalah kelanjutan dari cerita bersambung IOC Writing Project sebelumnya. Saya merupakan penulis keenam dari cerita ini. Cerita selanjutnya akan dilanjutkan oleh Bunda Grace.

***

...

"NIRMALA..."

"NIRMALA... KAMU DIMANA?" Suara teriak yang kian bersahutan memecahkan keheningan malam itu. Tante Risa yang tidak sadarkan diri semenjak lima menit lalu membuat Ibu semakin panik.

"Baiklah, ini merupakan salah satu malam kelam dalam hidupku. Seandainya saja anak itu mendengarkan perkataanku sejak awal, pasti.... Arrrrggh.." Aku tak lagi dapat melanjutkan perkataan hatiku. Dengan segera, aku menyusuri tiap sudut kamar Nirmala. Mencari jejak. "Barangkali ada petunjuk..", pikirku ketika itu.

Setelah beberapa saat memeriksa sekitar, kutemukan suatu benda yang bercaya karena terkena pantulan sinar rembulan di malam itu. Benda itu tergeletak tepat di bawah jendela kamar Nirmala.

Segera saja aku mendekat dan kuraih benda yang berkilau itu. Dan ternyata, tak lain itu adalah sebuah kalung berantai emas. Bandul merah yang terdapat pada kalung itu meyakinkanku bahwa itu adalah kalung pemberian Riani sebelum ia masuk ke dalam gerbong kereta. Itu benda yang diberikan kepada Nirmala. Tepat dihadapanku. Ketika itu.

Secara perlahan, rumah besar itu semakin ramai. Para tetangga yang penasaran dan hendak mencari tahu apa yang terjadi kian berdatangan. Sesak. Itulah yang menghalangiku untuk meninggalkan diri dari tempat itu.

Langkah kakiku kian melaju, bergerak sendiri tak terkendali. Entah kemana kaki ini akan melangkah pergi, tetapi aku harus menemukan gadis lugu itu malam ini.

"Ahh, sial!", dengusku secara perlahan. Begitu banyak pemikiran negatif yang berlalu-lalang dalam pikiranku. Aku mulai memikirkan banyak hal yang mungkin terjadi sambil menggenggam erat kalung berbandul dengan sedikit noda kemerahan itu. Benar saja, saat kudapati kalung itu tak lagi utuh. Putus. Terbelah. Seakan telah ditarik paksa.

***

Tanpa disadari, diriku tengah berada di depan pintu masuk rumah lainnya. Usai kuketuk pintu untuk beberapa kali, terlihat seorang wanita berkacamata dengan rambutnya yang terurai setelah membukakan pintu.

"Permisi.... Hah? Riani?!!!" Belum sampai habis kalimatku, seketika aku tak percaya dengan sosok yang berada di hadapanku itu.

"Loh, Radit? Ada perlu apa datang kemari?", balas wanita itu yang tak kalah terkejut melihat tamu yang mendatangi rumahnya malam-malam.

Aku menarik napas panjang, kemudian menghembuskannya secara perlahan. Bagaimanapun aku harus bisa mengendalikan diriku. Jangan sampai terlihat mencurigakan, terlebih lagi terlihat bahwa aku juga terlibat dengan semua yang terjadi. Jangan. Jangan sampai.

"Hai, bagaimana kabarmu? Kapan kembali dari Jogja?", tanyaku sambil berusaha mengendalikan diri.

"Aku terlebih dahulu bertanya, ada perlu apa kamu datang kemari selarut ini?", balas Riani dengan tatapan curiga.

"Aku... um... aku sebenarnya sedang berjalan-jalan. Mencari angin. Hehe..", jawabku agak gelagapan.

"Hanya itu?", selidik Riani.

"Ya! Tentu saja." jawabku meyakinkan.

"Lalu, apa hubungannya kau datang kemari?"

"Oh, itu.. karena terlanjur melewati jalan depan rumahmu, aku berpikir untuk mampir. Sekedar menanyakan bagaimana kabarmu kepada keluargamu. Tetapi ternyata aku langsung menemuimu dan kamupun terlihat sehat." jawabku berusaha menjelaskan.

"Oh.. Baiklah, aku mempercayai kata-katamu. Ya, tentu saja aku sehat. Aku baru saja tiba sore hari tadi." jawab Riani.

"Bagus, aku senang mendengarnya. Kalau begitu aku pamit. Daaahh.." aku mundur perlahan sambil melambaikan tangan. Kulihat gadis itu membalas lambaian tanganku kemudian masuk dan menutup pintu. Entah mengapa, akupun terlupa bahwa aku sedang mencari Nirmala. Ahh, mengapa gadis itu harus pergi dan menghilang begitu saja. Menyusahkan.

***

"Dit... Radit...", terdengar suara samar-samar yang memanggil namaku.

"Dit.. Radiiiiitt... bangun!", kini suara itu mulai terdengar jelas tetapi masih berusaha untuk tidak kupedulikan.

"Dit!", suara itu mulai mengeras. Menghentak.

"Hah!" Aku terbangun. Duduk. Memperhatikan sekeliling.

"Kamu sadar ini dimana?", tanya suara yang sejak tadi memanggilku. Berusaha membangunkanku.

Aku mengusap wajah, berusaha menyadarkan diri dan mengingat apa yang semalam terjadi.

"Dit... kamu...." lagi-lagi suara itu seketika membuyarkan lamunanku sampai akhirnya aku menjawab, "Iya Ibu, aku di kamar saat ini. Memang apa yang terjadi, sehingga aku sampai lupa akan kamarku sendiri?".

"Syukurlah.. tidak... tidak apa-apa, Ibu hanya khawatir kalau....."

"Ahh iya! Bagaimana kabar Nirmala? Apa ia sudah berhasil ditemukan?" tanyaku seraya memotong kalimat Ibu.

Mengenai kejadian semalam. Aku mengingat betul bahwa aku beranjak ke rumah Riani setelah mengetahui Nirmala tidak berada di rumah. Kemudian disana aku bertemu dengan Riani, sedikit berbincang hingga akhirnya aku pergi. Di tengah perjalanan pulang, aku yang berjalan kaki merasa bahwa ada yang mengikuti. Setelah itu... Ahh, aku tidak begitu ingat setelah itu.

"Nirmala belum juga kembali. Om Rama berniat untuk melaporkannya ke Polisi segera. Tante Risa sudah pingsan berkali-kali. Ketika sadarpun, beliau hanya terdiam sambil terisak perlahan. Tapi dit, kamu benar tidak apa-apa kan?" Ibu menceritakan sekaligus kembali bertanya.

"Aku baik-baik saja Ibu..." jawabku dengan nada sedikit kesal karena berulang kali menjawab pertanyaan yang sama.

"Syukurlah kalau begitu. Ibu sempat panik melihatmu pulang digendong oleh Pak Ergi. Baiklah kalau begitu, hari ini kamu istirahat saja, biar nanti Ibu menelpon ke sekolah." balas Ibu sambil melangkah menuju pintu.

"Tunggu dulu, bu! Aku? Semalam? Bersama Pak Ergi? Pak Ergi satpam komplek ini maksudnya?" ucapku spontan sambil berusaha menahan Ibu untuk menjelaskan.

"Tentu saja kamu tidak ingat. Semalam, Pak Ergi menggendongmu sampai ke rumah. Kamu pingsan dan tergeletak di tengah jalan, dekat belokan komplek ini. Untung saja Pak Ergi menemukanmu dan membawamu ke rumah, kalau tidak bisa-bisa semalaman kamu tidur di jalan. Sudah... sekarang kamu istirahat saja. Ibu senang mendengarmu yang tidak kenapa-napa." Ibu memaparkan tepat sebelum pergi meninggalkan kamar.

Aku terdiam. Berusaha mengingat apa yang terjadi semalam.

Tetiba ku teringat akan sesuatu...

"Kalung...! Kalung Nirmala!" teriakku perlahan.

Aku merogoh saku jaket dan celana semalam yang masih aku kenakan, tetapi tidak kudapati adanya kalung itu. "Hilang? Apakah hilang?" tanyaku dalam hati. Aku panik.

Dengan segera, aku beranjak turun dari tempat tidur, hendak keluar kamar untuk bertanya langsung kepada Ibu.

Belum sampai langkah kakiku membuka pintu, pandangan mataku seketika teralihkan oleh kedipan layar handphoneku. Itu pertanda bahwa ada pemberitahuan, entah pesan ataupun panggilan yang tidak ditanggapi.

Dengan segera, aku mengambil benda berukuran persegi panjang itu sambil mencari pemberitahuan yang dimaksud. Kulihat ada delapan belas pesan masuk dan akupun terpaku melihat nama pengirim pesan tersebut.

Terlihat jelas bahwa pengirimnya adalah NIRMALA PUTRI. Ya! Itu pesan dari Nirmala! "Syukurlah dia baik-baik saja.." pikirku.

***

"Nomor yang ada tuju sedang berada di luar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi."

"Nomor yang ada tuju sedang berada di luar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi."

"Nomor yang ada tuju sedang berada di luar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi."

"Argh! Apa yang sebenarnya terjadi!" Aku merutuk sambil meninju kepalan tangan ke arah kasur.

Benar. Baru saja beberapa saat lalu aku merasa lega karena mendapat kabar dari Nirmala, teman sekelas sekaligus tetanggaku yang tiba-tiba menghilang semalam. Tetapi rasa lega itu perlahan hilang. Sirna. Tidak berbekas. Bahkan justru menyisakan rasa panik yang kian bertambah. "Argh!"

Aku kembali membuka belasan pesan dari Nirmala setelah cukup kesal mendengar jawaban dari perempuan di seberang sana yang berkata bahwa, "Nomor yang ada tuju sedang berada di luar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi."

Disana tertulis beberapa kalimat serupa yang isinya, "RADIT, MAAF.." "RADIT, MAAFKAN AKU.." "AKU MENYESAL.." "MAAF.."
Kalimat senada yang dikirim beberapa kali tersebut membuatku geram. Aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku tak tahu apa maksud semua pesan yang dikirim oleh Nirmala. Aku merasa seolah-olah ingin tidak peduli. Tetapi aahhh... gadis itu... kenapa ia selalu dan selalu saja melibatkanku dalam kesulitan?!

***

Sudah dua kali aku mengetuk pintu, tetapi belum ada balasan. Belum sampai ketiga kalinya aku mengetuk, nyonya pemilik rumah sudah berdiri di depan pintu, menyapaku dengan senyuman "Iya, mencari siapa? Ada keperluan apa?" Tanyanya lembut.

"Riani ada, tante? Saya Radit, teman sekelas Riani dan juga Nirmala." balasku sambil menundukkan kepala.

"Mohon maaf Radit, sampai hari ini saya dan suami belum juga bertemu dengan Rianita. Beberapa hari setelah ia menghilang, saya sempat berhasil menghubungi ponselnya dan ia berkata '...sedang berada di luar kota, menenangkan diri.. Ayah dan Ibu tenang saja..'. Rianita tidak menjawab ketika saya tanyakan bersama siapa saja, tetapi dia sempat berjanji akan pulang minggu depan. Ayahnya sudah berusaha menghubungi kepolisian untuk ikut terlibat dalam pencarian Rianita. " jawab ibunya Rianita dengan sopan.


"Oh, maaf. Saya benar-benar meminta maaf dan terimakasih banyak tante. Semoga Rianita segera ditemukan" ucapku sambil berpamitan.

***

Aku sudah kembali berada dalam kamarku. Kali ini Ibu mengunciku dari luar kamar, meminta aku benar-benar istirahat. Memang pagi tadi tiba-tiba aku pergi begitu saja, hanya sempat berteriak bahwa aku akan pergi tanpa menjawab panggilan dari Ibu. Ada rasa menyesal dalam diri, tetapi semua lenyap setelah aku memikirkan apa yang baru saja terjadi.

Bagaimana mungkin? Yang benar saja? Apa semalam aku bermimpi? Ahh, itu terlalu nyata untuk sebuah mimpi!

Kalung itu jelas hilang, tidak mungkin pertemuanku dengan Riani di rumah itu hanya sebuah mimpi. Tidak mungkin.

Aku bertanya-tanya pada diri, berpikir dan menerka apa saja yang terjadi. Aku merasakan bahwa sekujur tubuhku perlahan terasa panas. Seketika akupun teringat bahwa aku belum memberitahukan siapapun akan pesan yang kudapat dari Nirmala. Aku merasa terlalu lelah untuk berpikir, tetapi rasanya kepala ini terus dan terus saja berusaha untuk menemukan titik temu dari semua ini. Ahh, kepalaku begitu berat. Aku pusing.

***

"Dit.. Radit.." suara samar tiba-tiba terdengar sambil mengguncangkan tubuhku.

Aku membuka mata, lalu kulihat Ibu yang berada di sebelahku, berusaha membangunkanku.

"Dit, di depan ada yang cari kamu. Cuci muka dulu sana, cepat." ucap Ibu sambil menarikku agar turun dari tempat tidur.

Hah, mencariku? Siapa? Ada perlu apa? Apa mungkin Nirmala? Tetapi mana mungkin Ibu tidak langsung memberi tahu bahwa itu dia? Atau mungkin Riani? Ahh, tapi mana mungkin. Atau....

Aku bergegas menuju kamar mandi dan menuruni tangga kemudian menuju ruang tamu.

Aku lihat sosok yang tidak lagi asing. Rasanya baru beberapa saat lalu aku bertemu dengannya.

"Radit, maaf mengganggu.." sapa tamu itu

"Ahh iya, tante.. tidak apa-apa." balasku. Aku agak terkejut melihat bahwa orang yang mencariku adalah Tante Prita, Ibu dari Riani.

"Maaf Radit, tante mau tanya. Apa kamu pernah bertemu Riani baru-baru ini?"

Hah? Mengapa beliau bertanya seperti itu? Ada apa sebenarnya? Arghh... lagi-lagi isi kepalaku ini tidak henti-hentinya berpikir dan menduga-duga yang terjadi. "Hm.. memang ada apa tante?"

Setelah berbincang selama kurang lebih tiga puluh lima menit, kudapati bahwa tante Prita memang mencari anak semata wayangnya itu. Siang hari tadi, setelah aku 'mampir' ke rumahnya, ia disapa oleh tetangga yang berada di seberang rumahnya. Singkat cerita, tetangganya itu berkata bahwa baru saja pagi tadi ia melihat Riani yang menggandeng seorang anak perempuan dan membawa tas ransel yang terlihat cukup besar. Mereka keluar rumah dan menaiki sebuah mobil sport berwarna putih. Ternyata Tante Prita dan suaminya pergi sejak dua hari lalu dan baru saja tiba di rumah pukul 10.00 pagi hari ini. Mereka bermalam di Bandung karena ayah dari suaminya jatuh sakit.

Aku memperhatikan cerita beliau dengan seksama, berharap ada petunjuk yang bisa aku dapat. Setelah diberi kesempatan untuk berbicara, akupun mengaku bahwa semalam aku baru saja bertemu dengan Riani tetapi hanya menyapa sambil berlalu.

Tante Prita sempat membuka mulut mengenai sosok Ilham, pria kurang ajar yang aku yakini tak lain adalah pemilik mobil sport berwarna putih itu. Beliau berkata bahwa sebelumnya Riani sempat membawa Ilham ke rumah, tetapi orangtuanya hanya melihat sekilas karena sibuk bekerja. "... Iya, itu sekitar beberapa tahun lalu, pas Riani duduk kelas 9 kalau ngga salah." papar tante Prita.

Jadi? Riani sebenarnya sudah lebih dulu mengenal Pak Ilham? Bagaimana bisa? Ahh, untuk kesekiankalinya kepala ini terus berpikir. Tante Prita tidak melanjutkan ceritanya, beliau hanya berpesan untuk memberitahu beliau apabila aku mendapat kabar tentang Riani sebelum akhirnya berpamitan dan meninggalkan rumah kami.

***

Keesokan harinya, Lidya datang menghampiriku tepat pada jam istirahat ketika aku hendak beranjak dari tempat duduk. "Mana partner lo, dit? Kemarin lo yang ngga masuk, sekarang koq jadi gantian gitu? Emang lagi berantem?" tanyanya.

"Hah? Maksudnya Nirmala? Kemarin dia masuk?" balasku secara spontan.

"Loh, gimana sih. Masa ngga tau sama partnernya, padahal kalian kan tetanggaan -_-" jawab Lidya dengan tatapan sinis.

"Sekali lagi gue mau tanya nih, Lid. Kemarin Nirmala masuk sekolah? Beneran?" tanyaku lebih berhati-hati.

"Iyaaa.. dia masuk koq. Tapi ngga sampai akhir sih, setelah istirahat tau-tau dia udah ngga ada di kelas. Emang kenapa? Ada apa sih?" balas Lidya.

"Oke, ngga apa-apa Lid. Makasih loh udah mau jawab" balasku sambil meninggalkan ruang kelas.

Mengapa? Ada apa sebenarnya? Nirmala kemarin datang ke sekolah, lalu apa maksud pesannya itu? Aku mengepalkan tangan sebelum akhirnya mengacak-acak rambutku. "Ini aneh..." gumamku perlahan...

...

...

...

***

Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Apa yang terjadi pada Riani dan juga Nirmala?
Dimana dan kemana hilangnya kalung pemberian Riani?
Apa maksud pesan singkat yang dikirim oleh Nirmala pada hari sebelumnya?
Bagaimana mungkin Riani dan Pak Ilham dapat saling mengenal sebelumnya?

Jawabannya berada dalam imajinasi penulis berikutnya... ٩(๑❛ᴗ❛๑)۶

Tuesday, October 18, 2016

Pengalaman Tanpa Penyesalan

Bismillahirrahmanirrahim.

"Setiap pengalaman yang tidak dinilai baik oleh dirinya sendiri ataupun orang lain akan tinggal menjadi sesobek kertas dari buku hidup yang tidak punya makna. Padahal setiap pengalaman tak lain daripada fondasi kehidupan." - Pramoedya Ananta Toer

Kali ini ijinkanku berdiam diri sejenak menyesali sesuatu
Alunan melodi sendu kala itu menyisakan bekas kelabu
Bekas yang tak bisa begitu saja untuk pergi dan berlalu
Illahi Rabbi.. maafkan aku...


***

Seorang yang kaya akan bahasa sastra pernah bertutur kata,
bahwa pengalaman juga merupakan pondasi kehidupan di dunia
Hal itu dapat terlihat dalam kutipan pada paragraf pembuka
Maka, setujukah kita dengan penyataannya?


Seperti yang diketahui, pengalaman merupakan suatu hal berharga
Hal yang jarang sekali terjadi untuk kedua atau ketiga kalinya
Oleh karenanya, jelaslah pengalaman dikatakan sebagai pondasi hidup kita
Karena atas hadirnya, kita seolah menyelami kehidupan yang rupa-rupa warnanya


Alhamdulillah, hari ini ada harapan yang nyata terjadi
Kisah kerinduan yang petang lalu sempat dirasa dalam diri
Sebuah kisah menarik yang rasanya ingin segera diulangi
Dan sungguh.. Illahi Rabbi, nikmat-Mu itu tiada pernah bertepi


Duh..
Seolah merasakan bahwa hari ini begitu indah
Hal yang sebelumnya muram, mendadak menjadi cerah
Penyesalan dalam diri, perlahan menjadi harapan yang penuh gairah
Rasanya seakan-akan muncul benih-benih semangat untuk terus dan terus melangkah


Alhamdulillah (^人^)

*

*

*

Stay cool and enjoy our life 
__________ 
Kisah yang masih akan berlanjut,
Rawakalong,
2016年10月18日
22時40分


Ketidaksempurnaan Yang Sempurna

Bismillahirrahmanirrahim.


***


Ada masa yang dirasa begitu berharga
Sudah berlalu lama,
tetapi terukir jelas di kepala
Tak sering disapa,
tetapi jelas nyata adanya
Ialah masa yang mungkin takkan pernah terlupa



Ada masa lainnya yang juga begitu berjasa
Tidak selalu indah,
tetapi menghadirkan banyak cerita
Tak ingin disapa,
bahkan ingin rasanya ia cepat terlupa
Namun.. begitu banyak hal yang didapat darinya



Malam ini seakan dibawa kembali kepada masa-masa itu
Seketika diri inipun terbayang akan kisah yang telah lalu
Pahit manis kenangan yang sempat dirasa ketika itu
Illahi Rabbi, maafkan hamba-Mu yang dulu



Takkan ada hasil terlihat apabila kita tidak berusaha
Layaknya merangkai kata tanpa diawali dengan membaca
Begitupun juga dengan kehidupan kita di dunia
Jika bukan karena apa yang telah dirasa,
maka sungguh.. diri kita kini bukan lagi menjadi kita



Ketidaksempurnaan merupakan hal yang lumrah
Dimana manusia tidak justru menganggapnya musibah
Selanjutnya.. bagaimana kita menjadikannya sebagai anugerah
Yang nantinya dapat mendatangkan berkah
Serta mengantarkan diri kita ini hingga ke Jannah



***



Di dunia ini memang tiada satupun yang sempurna,
terlebih lagi untuk makhluk yang disebut manusia
Sungguh, ketidaksempurnaan itu pasti ada
Hanya saja seringkali luput dari pandangan mata
Oleh karena itu, perbanyak syukur atas segala macam yang dirasa
Hingga ketidaksempurnaan yang ada,
nantinya dapat dirasa menjadi sempurna

__________ 

Rawakalong,

2016年10月18日
01時08分

Wednesday, October 12, 2016

Sebuah Buku: "Andai Si Mati Bisa Bicara"

Bismillahirrahmanirrahim.

#Resensi Bulan Oktober


Judul Buku : Andai Si Mati Bisa Bicara
Penulis : Sufyan Fuad Baswedan, M. A.
Penerbit : Akbar Media
ISBN : 978-602-9215-19-9
Cetakan : Pertama
Tahun Terbit : 2013
Tebal: 116 Halaman
Resensor: L. Yuniasari

***

Kematian adalah misteri Tuhan yang tak terpecahkan hingga hari ini. Dan pagi hari ini saya mendapat dua kabar kematian dari lingkungan sekitar rumah. Sungguh, tak ada seorangpun yang mengetahui tentang kapan; dimana serta bagaimana dia akan meninggalkan dunia yang fana ini.

Tidak sedikit orang yang menjadikan kematian sebagai akhir dari kebahagiaan mereka, sehingga mereka justru takut mati dan selalu berusaha untuk 'lari' dari kematian. Padahal dalam surah An Nisa' ayat 78 disebutkan bahwa, "Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh..."

Di sisi lain, tidak sedikit pula manusia yang menjadikan kematian sebagai akhir dari penderitaan, sehingga mereka memilih untuk menjadikan kematian sebagai 'alternatif' untuk meraih kebahagiaan yang tidak mereka dapatkan di dunia misalnya dengan cara bunuh diri. Padahal dalam Firman-Nya yang lain disebutkan bahwa, "...Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS. An Nisa' : 29)

Buku ini membahas tentang hakikat kematian serta bagaimana kondisi manusia pasca kematiannya yang juga dilengkapi dengan beberapa kisah sebagai bahan renungan kita dalam menghadapi suatu hal yang akan menghampiri tiap manusia di bumi ini. Hal tersebut tak lain adalah kematian.

Kematian merupakan salah satu kata yang familiar di telinga, akan tetapi sedikit sekali yang mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangannya. Ialah tamu yang datang tanpa permisi dan menghampiri siapapun tanpa basa-basi.

Bagian pertama buku ini menjelaskan bahwa pada hakikatnya kematian merupakan suatu peristiwa yang datang secara tiba-tiba, tidak bisa dihindari, menghampiri seluruh manusia tanpa terkecuali serta tidak dapat disegerakan ataupun diakhirkan. Selain itu, pada bagian ini juga dijelaskan mengenai dahsyatnya sakaratul maut sampai dengan hikmah dibalik kematian yang dirahasiakan. Oleh karenanya, pada bagian ini kita sekaligus diajak untuk mempersiapkan diri serta terus dan terus berbenah diri untuk menghadapi satu hal pasti yang akan terjadi suatu hari nanti.

Bagian kedua dalam buku ini membahas tentang angan-angan mereka yang sudah lebih dahulu tiada ataupun pergi meninggalkan dunia ini, mulai dari perjalanannya saat berada dalam keranda; kemudian setelah masuk ke liang kubur; serta angan mereka yang syahid sekaligus yang fasik. Oleh karenanya, bagian ini dapat menjadi pengingat kita untuk lebih tepat dan cermat dalam mempergunakan sisa waktu yang kita miliki di dunia sehingga nantinya tiada penyesalan yang dirasa. 

Saat ini kita belum merasakan mati. Tetapi, kedatangannya itu adalah suatu hal pasti meskipun tak seorangpun yang tau kapan maut akan datang menghampiri. Saat ini mungkin belum ada hal yang kita sesali, namun tidak menutup kemungkinan bahwa ia akan datang esok hari ketika penyesalan tiada berguna lagi.

Penyesalan itu memang selalu datang belakangan. (Kalau datang di awal namanya pendaftaran) Sungguh, akan menjadi amat merugi apabila penyesalan kita terjadi setelah kematian menghampiri. Maka, beruntunglah kita yang masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri sebelum akhirnya menyesal di kemudian hari.

Bagian tiga dalam buku ini berisi kisah-kisah yang dapat kita jadikan sebagai bahan renungan, termasuk tentang bagaimana dan apa yang akan menimpa diri kita setelah kita tiada lagi hidup di dunia.

Andai saja mereka yang mati bisa bicara...
Andai kita yang masih diberi hidup dapat mendengar rintihan mereka...
Andai saja kita mengetahui apa saja yang mereka rasa...


Mungkin kita semua akan menjadi lebih beriman, meskipun pada kenyataannya telah banyak dikisahkan beberapa penyesalan serta angan-angan mereka yang telah tiada. Oleh karenanya, menjadi suatu hal yang tidak salah apabila kita dapat mengambil hikmah dari kisah orang-orang yang telah tiada serta kisah perjalanan mereka semasa hidupnya. Jangan sia-siakan sisa waktu yang kita punya karena kesempatan hidup di dunia takkan datang untuk yang kedua kalinya.

Kematian merupakan ujian dari Allah untuk melihat siapa diantara kita yang banyak beramal semasa hidupnya. "Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun," (QS. Al Mulk : 2)

Sebelum sampai pada bagian penutup, dalam buku ini disajikan sepuluh rambu-rambu keselamatan sebagai peringatan bahwa hidup di dunia ini hanya sekali sedangkan perjalanan hidup di kemudian hari masih begitu panjang dan belum kita tapaki. Oleh karenanya, yuk semangat untuk terus dan terus introspeksi serta berbenah diri. Selain itu, mulai siapkan perbekalan untuk menghadapi kematian yang sudah pasti akan datang menghampiri.

Selamat mengingatkan dalam kebaikan...
:)