Thursday, January 26, 2017

Sebuah Novel: "Hujan Bulan Juni"

Bismillahirrahmanirrahim.

#Resensi Bulan Januari

Sebuah novel yang diadaptasi dari puisi...


Judul : Hujan Bulan Juni
Penulis : Sapardi Djoko Darmono
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN : 978-602-03-1843-1
Cetakan ke- : 8, bulan Juni
Tahun Terbit : 2016
Tebal: 135 Halaman
Resensor: L. Yuniasari

***

Jujur saja, hal pertama yang saya suka dari buku ini adalah judulnya yang menyebut bulan Juni. Bulan yang mengingatkan saya pada enam yang cukup saya sukai. Bulan yang setiap tahunnya tentu memiliki kisah dan kesan tersendiri...

Hari itu saya membeli dua buku berbeda dengan judul yang sama. Tentu saja, alasan saya membeli karena begitu tertarik ketika membaca judulnya...bulan Juni...

Sapardi, merupakan seorang ahli sastra yang begitu lihai memainkan bahasa. Itu menurut pedapat saya ketika sebelumnya sempat beberapa kali membaca rangkaian kata beliau di dunia maya.

...
Bagaimana mungkin seseorang memiliki keinginan untuk mengurai kembali benang yang tak terkirakan jumlahnya dalam selembar sapu tangan yang telah ditenunnya sendiri. Bagaimana mungkin seseorang bisa mendadak terbebaskan dari jaringan benang yang susun-bersusun, silang-menyilang, timpa-menimpa dengan rapi di selembar saputangan yang sudah bertahun-tahun lamanya ditenun dengan sabar oleh jari-jarinya sendiri oleh kesunyiannya sendiri oleh ketabahannya sendiri oleh tarikan dan hembusan napasnya sendiri oleh rintik waktu dalam benaknya sendiri oleh kerinduannya sendiri oleh penghayatannya sendiri tentang hubungan-hubungan pelik antara perempuan dan laki-laki yang tinggal di sebuah ruangan kedap suara yang bernama kasih sayang. Bagaimana mungkin...

Pertama kali ketika membaca dan mengikuti alur novel ini, saya sempat merasa terkejut. Novel yang mengisahkan tentang laki-laki bernama Sarwono yang merupakan dosen muda di UI dan perempuan bernama Pingkan yang hendak melanjutkan studinya ke Jepang ini ternyata memuat suatu konflik yang mungkin sampai saat ini masih cukup ramai diperdebatkan. Sarwono dan Pingkan yang keduanya dikisahkan memiliki 'rasa' yang sama, tetapi harus menghadapi kenyataan bahwa mereka berasal dari latar belakang Agama yang berbeda. Ini menjadi suatu hal yang sensitif memang, bahkan ketika membacanya saya merasa tidak sabar untuk mengetahui akhirnya.

Novel yang terdiri dari lima bab ini mengandung kombinasi antara bahasa modern sekaligus bahasa jaman dulu, yang dalam novel ini dikatakan zadul. Dalam halaman 39 sampai dengan 43 serta beberapa halaman lainnya, disajikan percakapan unik antara Sarwono dengan Pingkan yang ketika membacanya mungkin akan membuat kita tersenyum sendiri. Entah itu senyuman karena tidak memahami arah percakapan ataupun senyuman karena membaca hal-hal yang dirasa lucu... zadul.

Beberapa kali juga digambarkan bagaimana Sarwono dan Pingkan berkomunikasi melalui WA (Whatsapp) kemudian berbagi foto selfi yang secara tidak langsung menunjukkan perkembangan teknologi masa kini, meskipun tanpa mengesampingkan bahasa zadul yang menurut saya membuatnya terlihat menarik.

Pada saat membaca, si Pembaca akan dibawa ke dalam alur cerita yang memang maju-mundur, tetapi dirangkai dengan bahasa yang terbilang apik meskipun terkadang sulit dimengerti dalam sekali membaca. Akan tetapi, lagi-lagi yang membuatnya indah adalah rangkaian kata yang disajikan, bahkan terkadang saya justru terhanyut dalam rangkaian katanya daripada cerita utamanya (^^;)

Diantara rangkaian kata yang saya suka,
"...
Ia suka Jepang. Ia suka vokal akhiran 'u' yang diucapkan orang Jepang, tidak peduli sedang berbicara bahasa apa. Ia suka sakura yang hanya mekar di awal musim semi, dan langsung gugur bagaikan ronin yang dipenggal kepalanya oleh samurai yang dikhianatinya. Tetapi sakura tidak pernah berkhianat kepada siapapun, katanya selalu kalau berbicara dengan rekannya dari Jepang..." [Halaman 11-12] 
"...Kesepian adalah benang-benang halus ulat sutera yang perlahan-lahan, lembar demi lembar, mengurung orang sehingga ulat yang ada di dalamnya ingin segera melepaskan diri menjadi wujud yang sama sekali berbeda, yang bisa saja tidak ingat lagi asal-usulnya. Hanya ulat busuk yang tidak ingin menjadi kupu-kupu..." [Halaman 81]
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa dalam novel ini tidak memiliki konflik atau permasalahan yang serius, kecuali berkaitan dengan hal yang sebelumnya telah saya sebutkan berikut keadaan kedua keluarga yang berlainan; kecemburuan yang disembunyikan; kondisi kesehatan Sarwono yang mengkhawatirkan serta akhir cerita yang menurut saya cukup mengesankan.

Bab kelima sekaligus penutup dalam novel ini berisi tiga buah sajak pendek sebagai jawaban Sarwono atas pertanyaan: "Apakah dirinya yang bersama Pingkan merupakan sebuah takdir ataukah nasib?" yang dalam beberapa waktu terakhir kian menghantuinya...


/i/



bayang-bayang hanya berhak setia
menyusur partitur ginjal
suaranya angin tumbang



agar bisa perpisah
tubuh ke tanah
jiwa ke angkasa
bayang-bayang ke sebermula



suaramu lorong kosong
sepanjang kenanganku
sepi itu, air mata itu



diammu ruang lapang
seluas angan-anganku

luka itu, muara itu



/ii/



di jantungku
sayup terdengar
debarmu hening



di langit-langit
tempurung kepalaku
terbit silau
cahayamu



dalam intiku
kau terbenam



/iii/



kita tak akan pernah bertemu:
aku alam dirimu



tiadakah pilihan lain
kecuali di situ?



kau terpencil dalam diriku

...

Ini merupakan kali pertamanya saya me-review buku sastra. Sejujurnya bahasa yang digunakan dalam ketiga sajak tersebut merupakan bahasa yang sederhana, hanya saja dapat menghasilkan penafsiran yang berbeda antara orang yang satu dengan orang yang lainnya.

Ada sebagian yang berpendapat bahwa mereka kurang puas dengan novel ini karena alur cerita, korelasi antara judul dengan cerita ataupun bahasa penyampaian dalam cerita yang seolah kurang menantang. Akan tetapi, sekali lagi saya memiliki penilaian positif tersendiri untuk karya sastra yang satu ini. Semoga aku, kamu, dia, mereka, dan kita semua juga dapat produktif dalam menghasilkan suatu karya sebagaimana sastrawan yang karyanya telah mendunia. Aamiin.

28 comments:

  1. Aku beli buku ini beberapa bulan lalu. Tapi blom sempat baca. Kalah terus sama buku-buku lainnya.
    Alasan aku beli buku ini karena memang suka sama tulisan Bapak Sapardi juga karena.....bulan Juni! Bulan istimewa buat aku.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, coba lekas baca kak! Nanti share reviewnya ke aku, barangkali ada salah-salah dari review aku ini (^^;)

      Delete
    2. Mbak Dian udah sempet baca versi puisinya? Kalau sempet, novelnya ini bakal "enggak banget"

      tapi kalau belum baca puisinya, novelnya masih asik-asik dibaca.

      nah, aku ngerasa kurang sreg sama novelnya nih.

      Delete
  2. Ini buku baru ya? Weh. Aku langsung pengen nyari di pusda i, siapa tau ada. Penasaran bah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Buku yang saya punya itu memang baru terbit di pertengahan tahun 2016 lalu kak, masih terbilang baru lah yaaa ^^'
      Yuk coba baca kak, nanti share penilaian kakak terhadap buku ini! ;)

      Delete
  3. Saya paling suka membaca berulangkali kalau menemukan kalimat yang bagus. Suka kagum sama mereka yang bisa menulis sastra.
    Saya belum bisa 😟

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju kak!
      Awal-awal aku baca buku sastra-pun demikian.. masih harus dibaca lagi untuk bisa 'agak' paham akan makna sebenarnya (^^;)
      Makin kesini... makin tertarik dengan sastra, meskipun latar belakang aku bukan sastra *o*/

      Delete
  4. Saya paling suka membaca berulangkali kalau menemukan kalimat yang bagus. Suka kagum sama mereka yang bisa menulis sastra.
    Saya belum bisa 😟

    ReplyDelete
  5. Semoga ada waktu buat ngebaca novelnya. Kemaren sempat liat di perpusda tempatku biasa mangkal. Gaya bahasa pak Sapardi selalu jadi inspirasi. Luar biasa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul sekali! Penyampaian yang halus dan penuh makna -khasnya beliau begitu luar biasa..
      Yuk baca juga kak ^^

      Delete
  6. Hujan Bulan Juni milik Sapardi ini begitu melegenda, yak. Konon, hendak diadaptasi menjadi film layar lebar. Antusias!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya kak, kumpulan sajak dengan judul yang sama begitu dikenal. Bahasa penyampaian beliau yang saya suka ^^/

      Delete
  7. Bulan juni juga bulan spesial, lahir+nikah siri saya. :)

    Saya kok selalu kesulitan untuk mengartikan sebuah puisi atau perlu baca ulang untuk memahami tulisan berbau sastra2 gitu lah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sayapun ada yang spesial dengan bulan Juni, kak ^^/
      Nah, awalnya saya juga gitu kak.. tapi lama kelamaan semakin suka dan suka dengan sastra meskipun latar belakang saya bukan dari sastra (^^;)

      Delete
  8. Wah, aku sukanya distabiloin kalo ada kata2 bagus, hehehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau aku hanya mengingat halamannya, kalau ada salah ketik baru deh aku kasih tanda hihihi ^^/

      Delete
  9. Tidak ada konflik serius jadinya lebih mudah dicernanya ya? Soalnya bahasa novel dgn bahasa sastra yang tinggi gtu biasanya susah nyernanya (saya sih maksudnya hehe)
    TFS

    Kalau Hujan Bulan Juni aku suka puisinya :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya kak, ngga ada klimaks yang begitu serius dalam ceritanya. Hanya saja, memang karena namanya juga ditulis oleh ahli sastra, masih ada beberapa kalimat yang memang belum tentu dapat dipahami dalam sekali baca. Hehehe.. dan itu penilaian saya pribadi yaaa kak ^^'/

      Delete
  10. Pengen bisa nulis yg puitis2 kayak Pak Sapardi. Makanya waktu itu aku beli. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, yuk kita coba kak!
      Kalau sudah membuahkan karya, coba share ke aku juga yaaa kak ^^

      Delete
  11. Fix! Aku harus beli buku ini. Baper meski baru baca resensinya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. FIX cepat beli kak! Nanti share ke aku bagaimana penilaian kakak yaaa ^^/

      Delete
  12. sudah lama tak baca novel. enaknya kalau baca novel, kita berada di situ.. tapi gak enaknya cepat habis hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar kak, terlebih lagi novel satu ini memang tidak begitu tebal ^^'

      Delete
  13. Novel sastra.
    Genre yang paling jarang saya sentuh kalau ke toko buku.

    Karena membacanya saja membutuhkan ketenangan jiwa.

    Sedangkan saat ini, saya bisa baca dengan tenang kalau anak-anak sudah lelap.

    Heu...kangeen masa-masa melahap novel dalam satu malam.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, kalau gitu nanti bisa singgah tiap bulannya untuk sekedar baca resensi dari aku kak hihi ^^

      Semoga ke depannya bisa menyentuh genre yang jarang disentuh itu dan bisa membacanya sampai habis. Aamiin ;)

      Delete
  14. Duh, Lucky-san bisa banget ngutip yg pas bagian Jepangnya ^^

    Dari Sakura nyambung nyambung ke Ronin dipenggal kepalanya... wew



    Aku mau baca novel "Hujan" nya Tere Liye duluuuuuuuuuu T.T


    Ame ga suki ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sebenarnya akupun ngga tau karena sebelum beli itu ngga baca reviewnya, tetapi ternyata memang ada kalimat itu di dalamnya yang waaaahh... aku sukaaaa! :3

      Baca kak!
      Novel Tere Liye yang Hujan juga bagus!
      Nanti sharing penilaiannya yaaa kak ^^/

      Delete