Tuesday, March 8, 2016

Kusuufis Syamsi

Bismillahirrahmanirrahim.

Sejak awal tahun 2016 ini, dunia maya sudah mulai cukup ramai dihebohkan akan suatu fenomena alam yang terjadi sekian puluh tahun sekali *ngga tau persis tepatnya -_-

Iyaaaa, fenomena yang dimaksud adalah gerhana matahari. Dari sekian banyak kabar yang beredar tuh ada suatu persamaan bahwa gerhana matahari tersebut terjadi pada 9 Maret 2016, memasuki hari ke-54 setelah dirimu bersamanya :)
Dan itu adalah BESOK!
Saat ini tepat beberapa menit menuju hari esok.

Aku rasa ini akan menjadi postingan terpanjang, karena rencananya postingan ini dibuat untuk mengabadikan tulisan yang beredar di grup wasap mengenai gerhana. Namanya juga ilmu kan yaaa, sayang juga kalau sehabis baca lalu ditinggalkan begitu saja terlebih lagi kalau orang lupaan kayak aku yang melakukannya. Duh, khawatir ketika lupa yaaa ngga ada pengingat akan ilmu itu. Lalu nantinya cari dari sumber lain yang justru malah agak beda gitu dari yang didapat sebelumnya. Ckck, itu hanya pandangan negatif akunya aja sih. Maafkan, mohon maafkan.. m(_ _)m

***

Gerhana Matahari

Gerhana Matahari; ketika matahari terhalang sinarnya ke bumi karena tertutup bulan. Bumi menjadi redup, bahkan gelap. Tidak sehangat biasanya.

Gerhana Matahati; ketika hati terhalang pancaran jernihnya karena dosa. Membuat kebenaran jadi terlihat redup bahkan gelap.

Mana yang lebih berbahaya?

Baiklah, itu sekedar pengantar yang di dapat dari grup sebelahnya sebelah (?)

Btw kalau mendengar atau membaca kata gerhana tuh sempat terpikir salah satu tontonan jaman aku SD mungkin yaaa, judulnya tuh gerhana dan sempat nge-tren juga loh itu pilem pada masanya. Yaaa, setidaknya tontonan macam sine*tron jaman aku kecil tuh ngga separah sekarang. Alhamdulillah :')

GERHANA MATAHARI

Insyaa Allah akan terjadi Gerhana matahari total pada tanggal 9 Maret 2016 nanti. Hanya Indonesia satu-satunya negara yang dilintasi bayangan tersebut.
Daerah di Indonesia yang akan dilintasi bayangan itu terdiri dari 10 provinsi, mulai dari bagian Indonesia barat hingga timur. 

"Jalurnya melalui 10 provinsi, mulai dari Bengkulu, Sumatera Selatan, Babel, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Maluku Utara," ucap Thomas Djamaluddin, Ketua LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional).

Dari 10 provinsi itu, ada 11 daerah yang dilewati gerhana matahari total. Berikut daftar nama daerah dan waktu terjadinya gerhana:

1. Palembang
Durasi gerhana total selama 1 menit 52 detik.
Mulai gerhana matahari: 06.20 WIB
Mulai gerhana matahari total: 07.20 WIB
Berakhir gerhana matahari: 08.31 WIB

2. Belitung
Durasi gerhana total selama 2 menit 10 detik.
Mulai gerhana matahari total: 06.21 WIB
Mulai gerhana matahari total: 07.22 WIB
Berakhir gerhana matahari: 08.35 WIB

3. Bangka
Durasi gerhana total selama 2 menit 8 detik.
Mulai gerhana matahari: 06.20 WIB
Mulai gerhana matahari total: 07.21 WIB
Berakhir gerhana matahari: 08.33 WIB

4. Sampit
Durasi gerhana total selama 2 menit 8 detik.
Mulai gerhana matahari: 06.23 WIB
Mulai gerhana matahari total: 07.27 WIB
Berakhir gerhana mataharil: 08.44 WIB

5. Palangkaraya
Durasi gerhana total selama 2 menit 29 detik.
Mulai gerhana matahari: 06.23 WIB
Mulai gerhana matahari total: 07.28 WIB
Berakhir gerhana matahari: 08.46 WIB

6. Balikpapan
Durasi gerhana total selama 1 menit 9 detik.
Mulai gerhana matahari: 07.25 WITA
Mulai gerhana matahari total: 08.33 WITA
Berakhir gerhana matahari: 09.53 WITA

7. Palu
Durasi gerhana total selama 2 menit 4 detik.
Mulai gerhana matahari: 07.27 WITA
Mulai gerhana matahari total: 08.37 WITA
Berakhir gerhana mataharil: 10.00 WITA

8. Poso
Durasi gerhana total selama 2 menit 40 detik.
Mulai gerhana matahari: 07.28 WITA
Mulai gerhana matahari total: 08.38 WITA
Berakhir gerhana mataharil: 10.02 WITA

9. Luwuk
Durasi gerhana total selama 2 menit 50 detik.
Mulai gerhana matahari: 07.30 WITA
Mulai gerhana matahari total: 08.41 WITA
Berakhir gerhana mataharil: 10.07 WITA

10. Ternate
Durasi gerhana total selama 1 menit 9 detik.
Mulai gerhana matahari: 08.63 WIT
Mulai gerhana matahari total: 09.51 WIT
Berakhir gerhana mataharil: 11.20 WIT

11. Halmahera
Durasi gerhana total selama 1 menit 36 detik.
Mulai gerhana matahari: 08.37 WIT
Mulai gerhana matahari total: 09.54 WIT
Berakhir gerhana mataharil: 11.24 WIT

Hanya beberapa daerah di Indonesia yang bisa menyaksikan fenomena gerhana matahari total tanggal 9 Maret 2016 mendatang. Daerah tersebut merupakan daerah yang dilintasi bayangan penuh umbra bulan. 

Gerhana matahari total yang terjadi pagi hari akan membuat langit menjadi gelap selama beberapa saat. Matahari yang biasanya memancarkan sinar terang maka saat gerhana akan tertutup bulan sehingga korona atau mahkotanya bisa terlihat. 

"Ketika gelap piringan matahari tertutup seperti kondisi magrib, tapi kalau magrib masih ada senjanya. Kalau ini gelap ada cahayanya lembut sekali, suasana seperti ada cahaya bulan, gelap. Masih bisa lihat sekitar tapi remang-remang," ucap Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin kepada detikcom.

Sebelas daerah itu akan bisa menikmati momen ketika matahari sepenuhnya ditutupi bulan, akan tetapi ada juga daerah yang hanya akan mengalami gerhana matahari sebagian. Daerah itu hanya bisa menyaksikan gerhana matahari sebagian karena tidak dilewati umbra (bayangan inti) bulan tetapi dilewati oleh penumbra (bayangan yang lebih terang) bulan.

Warga di daerah tersebut dapat melihat matahari tertutup bulan dengan presentase yang berbeda, ada yang 95 persen hingga 65 persen dengan durasi gerhana yang berbeda-beda.

Misalnya di Jakarta, gerhana matahari akan terjadi sebesar 88,76 persen. Matahari mulai tertutup bulan pukul 06.19 WIB dan akan berakhir pada 08.31 WIB. Namun perlu dicatat, bagi yang ingin melihat gerhana matahari sebagian harus menggunakan filter baik itu kacamata khusus gerhana matahari yang sudah dilengkapi filter matahari atau teropong agar retina mata tidak rusak karena terkena sinar matahari langsung.

"Ketika bulan mulai tersibak lepas dari matahari, maka piringan matahari yang terang itu akan menyilaukan sekali padahal pupil mata sedang membesar dan itu yang bisa merusak retina mata," ujar Thomas.

Selain Jakarta berikut daftar daerah lain yang akan merasakan gerhana matahari sebagian:

1. Padang
Gerhana terjadi 95,41 persen
Disaksikan mulai pukul 06.21 WIB hingga 08.27 WIB

2. Bandung
Gerhana terjadi 88,76 persen
Disaksikan mulai pukul 06.19 WIB hingga 08.32 WIB

3. Surabaya
Gerhana terjadi 92,96 persen
Disaksikan mulai pukul 06.23 WIB hingga 08.40 WIB

4. Pontianak
Gerhana terjadi 92,96 persen
Disaksikan mulai pukul 06.23 WIB hingga 08.40 WIB

5. Denpasar
Gerhana terjadi 76,53 persen
Disaksikan mulai pukul 07.22 WITA hingga 09.42 WITA

6. Banjarmasin
Gerhana terjadi 98,22 persen
Disaksikan mulai pukul 07.23 WITA hingga 09.47 WITA

7. Makassar
Gerhana terjadi 88,54 persen
Disaksikan mulai pukul 07.25 WITA hingga 09.54 WITA

8. Kupang
Gerhana terjadi 65,49 persen
Disaksikan mulai pukul 07.28 WITA hingga 09.55 WITA

9. Manado
Gerhana terjadi 96,66 persen
Disaksikan mulai pukul 07.34 WITA hingga 10.15 WITA

10. Ambon
Gerhana terjadi 86,91 persen
Disaksikan mulai pukul 08.33 WIT hingga 11.16 WIT

Untuk bisa menatap matahari secara langsung, kita harus menyingkirkan setidaknya 99,9968% dari energi yang diterima dari matahari. Angka ini (terutama pada dua digit terakhir itu) jelas bukan angka mistis yang turun dari langit. Besaran itu didapat dari hasil pengukuran yang akurat terhadap energi yang dipancarkan matahari berbanding yang mampu diterima oleh organ retina mata tanpa merusaknya. Ini bisa diperoleh lewat filter khusus untuk pengamatan matahari, yang hanya menyalurkan setidaknya 0,0032% cahaya (filterShade 12). Cara-cara semacam melihat melalui film, pita magnetik, CD, gelas buram, dan sebagainya itu sebenarnya masih belum cukup aman untuk melindungi retina dari kerusakan.

Tapi itu bukan berarti kita harus mengurung diri dalam rumah saat terjadi gerhana. Berada diluar rumah pada saat gerhana matahari sama amannya (atau sama berbahayanya) dengan berada di luar rumah pada hari-hari biasa, sepanjang kita tidak menatap langsung ke arah matahari. Namun pada saat matahari berada dalam fase gerhana total, adalah aman untuk menatap matahari secara langsung (ingat, hanya pada saat fase total!)

Penjelasan ilmiahnya, karena walaupun ukuran (diameter) bulan 400 kali lebih kecil dari matahari, letaknya juga 400 kali lebih dekat. Dengan demikian, saat fase total, ketika bulan tepat berada segaris dengan matahari, ukuran bulan akan tepat sama besar dengan ukuran piringan matahari, dan secara efektif akan menghalangi bagian matahari yang paling terang dari pengelihatan. Saat itu kita bisa sejenak meninggalkan peralatan filter untuk menatap pemandangan langka itu: matahari dengan gemerlap koronanya yang bependar ditengah gelapnya langit siang hari.

Bagi umat Islam, peristiwa gerhana dianggap sebagai tanda kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Karenanya peristiwa gerhana mempunyai kekhususan bagi umat Islam. Bila gerhana terjadi umat Islam dianjurkan untuk melakukan shalat gerhana, satu-satunya shalat yang dianjurkan atas suatu kejadian alam.

Selain itu, peristiwa gerhana merupakan cara mencocokkan perhitungan perhitungan waktu bagi para ahli hisab. Gerhana matahari sebenarnya merupakan ijtimak yang teramati (observable newmoon) yang amat penting dalam perhitungan kalender Islam. Dalam keadaan biasa ijtimak (segarisnya bulan dan matahari) tidak teramati. Satu-satunya tanda telah tejadi ijtimak adalah teramatinya hilal. (lihat di gerhana.langitselatan.com)

SHALAT GERHANA

- Apakah yang Dimaksud dengan Shalat Gerhana ?

Jawab :
Shalat Gerhana adalah Shalat yang Dilakukan saat Terjadi Gerhana Bulan atau Gerhana Matahari. 

Jika Terlihat di Daerah itu Gerhana Bulan/Matahari Baik Penuh atau Sebagian, Disyariatkan Bagi Penduduk Daerah tersebut untuk Melaksanakan Shalat Gerhana.

Sedangkan Jika di Suatu Daerah Tidak Terlihat Gerhana, Maka Tidak Disyariatkan Shalat Gerhana. 

Meski Menurut Prediksi Ilmu Astronomi akan Terlihat Gerhana di Daerah itu. Jadi, Patokannya adalah Apakah Pada saat Kejadian Terlihat atau Tidak. Hal ini berdasarkan Hadits Nabi :

فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَصَلُّوا حَتَّى يُفْرَجَ عَنْكُمْ

Jika Kalian Melihat Hal itu (Gerhana), Maka Shalatlah hingga Dihilangkan Hal itu Terhadap Kalian. (H.R Al-Bukhari dari Aisyah Radhiyallahu Anha)

Waktu Pelaksanaan Shalat Gerhana adalah Dari Sejak Terlihat Gerhana Hingga Tidak Lagi Terlihat Gerhana. 
Shalat Gerhana Disunnahkan untuk Dikerjakan Meski Pada Saat Terlarang Melakukan Shalat seperti Setelah Shalat Ashar, Hal ini adalah Pendapat yang Benar dalam Madzhab asySyafii.

- Apakah Hukum Shalat Gerhana ?

Jawab : 
Jumhur (Mayoritas) Ulama Berpendapat bahwa Shalat Gerhana adalah Sunnah Muakkadah.

- Apakah Disyariatkan Mengumandangkan : Ashsholaatu Jaamiah untuk Memanggil Para Jamaah dalam Shalat Gerhana ?

Jawab : 
Ya, Disyariatkan Mengumandangkan Ashsholaatu Jaamiah Saat Terjadi Gerhana.

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ الشَّمْسَ خَسَفَتْ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَعَثَ مُنَادِيًا الصَّلَاةُ جَامِعَةٌ فَاجْتَمَعُوا وَتَقَدَّمَ فَكَبَّرَ وَصَلَّى

Dari Aisyah Radhiyallahu Anha Bahwa Terjadi Gerhana Matahari di Masa Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam maka Beliau Mengutus Orang untuk Berseru: Assholaatu Jaamiah. Maka manusia Berkumpul, kemudian Beliau Maju Bertakbir dan Shalat. (H.R Al-Bukhari dan Muslim)

- Bagaimana Tata Cara Shalat Gerhana?

Jawab :
Shalat Gerhana Bisa Dikerjakan Sendirian dan Akan Lebih Baik Lagi Jika Dikerjakan Berjamaah. 

Jika Dikerjakan Berjamaah, Maka Imam Membaca AlFatihah dan Surat Setelahnya dengan Keras (Jahr) Meski Dilakukan di Siang Hari.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا جَهَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَلَاةِ الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ فَإِذَا فَرَغَ مِنْ قِرَاءَتِهِ كَبَّرَ فَرَكَعَ وَإِذَا رَفَعَ مِنَ الرَّكْعَةِ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ يُعَاوِدُ الْقِرَاءَةَ فِي صَلَاةِ الْكُسُوفِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِي رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ

Dari Aisyah Radhiyallahu Anha : Nabi Shollallahu Alaihi Wasallam Mengeraskan Bacaan dalam Shalat Gerhana. Jika Selesai dari Membaca Ayat, Beliau Bertakbir kemudian Ruku. Setelah Bangkit dari Ruku Beliau Mengucapkan : Samiallaahu Liman Hamidah, Robbanaa Wa Lakal Hamdu. Kemudian Mengulangi Membaca (AlFatihah dan Surat). Dalam Shalat Gerhana Terdapat 4 Ruku dalam Dua Rokaat dan Ada 4 Sujud (Dalam Keseluruhan). (H.R Al-Bukhari)

Secara Ringkas, Tata Cara Shalat Gerhana adalah sebagai berikut :

1. Takbiratul Ihram.

2. Membaca Istiftah, Taawwudz, AlFatihah dan Surat lain (Jika Memungkinkan Membaca Surat yang Panjang, seperti AlBaqoroh, Namun Jika Tidak Memungkinkan, Bisa Surat Apa Saja).

3. Ruku, Jika Memungkinkan Dilakukan dalam Waktu yang Lama, Apabila Membaca Surat yang Panjang. Sebagaimana Sunnah Nabi Kadar Lama Ruku Hampir Sama dengan Kadar Membaca Surat.

4. Bangkit dari Ruku Mengucapkan Samiallahu Liman Hamidah, kemudian Membaca Robbanaa Wa Lakal Hamdu.

5. Tidak Menuju Sujud, namun Berdiri Kembali Bersedekap dengan Membaca AlFatihah dan Surat.

6. Ruku yang Kedua dalam Rakaat ini.

7. Bangkit dari Ruku, Mengucapkan Samiallaahu Liman Hamidah, kemudian Membaca Robbanaa Wa Lakal Hamdu.

8. Turun Menuju Sujud, kemudian Bangkit dari Sujud untuk Duduk di Antara Dua Sujud, kemudian Sujud Lagi.

10. Bangkit ke Rakaat Kedua, Memulai dengan AlFatihah kemudian Membaca Surat. 

11. Selanjutnya Sama Caranya dengan Cara di Rakaat Pertama.

Intinya, Total Rakaat adalah 2 Rakaat. Pada Tiap Rakaat Ada Dua Ruku dan Dua Sujud. Total Sujud Pada seluruh Rokaat adalah Empat Sujud.

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ خَسَفَتْ الشَّمْسُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالنَّاسِ فَقَامَ فَأَطَالَ الْقِيَامَ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ ثُمَّ قَامَ فَأَطَالَ الْقِيَامَ وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ فَأَطَالَ السُّجُودَ ثُمَّ فَعَلَ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ مِثْلَ مَا فَعَلَ فِي الْأُولَى ثُمَّ انْصَرَفَ

Dari Aisyah Radhiyallahu Anha Beliau Berkata : Terjadi Gerhana di Masa Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam Maka Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam Shalat Bersama Manusia. Beliau Berdiri dan Lama dalam Berdirinya. Kemudian Beliau Ruku hingga Lama dalam Ruku’nya. Kemudian Beliau Berdiri dengan Lama Berdiri Kurang dari Yang Pertama. Kemudian Beliau Ruku Memperpanjang Ruku’nya Kurang Dari yang Pertama. Kemudian Sujud Memperpanjang Sujudnya kemudian Melakukan Seperti itu di Rokaat Pertama pada Rokaat Kedua. Kemudian Selesai Shalat. (H.R Al-Bukhari dari Aisyah Radhiyallahu Anha)

- Apakah Disyariatkan Khutbah dalam Shalat Gerhana?

Jawab :
Disunnahkan Khutbah Setelah Shalat Gerhana jika Shalat Gerhana Dilakukan Berjamaah.

Khotib Tidak Harus Imam Shalat menurut Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah, Namun Bisa Juga Orang lain yang Hadir Saat itu yang Bisa Menyampaikan Khutbah. 

Isi Khutbah Semestinya Sesuai dengan Keadaan yang Dibutuhkan saat itu. Seperti saat Meninggalnya Anak Nabi Muhammad Shollallahu Alaihi Wasallam yang Bernama Ibrahim, maka Nabi Menjelaskan dalam Khutbahnya setelah Shalat Gerhana Bahwa Gerhana itu Bukanlah Terjadi Karena sebab Kematian atau Hidupnya Seseorang, Namun itu adalah Salah satu Tanda Kebesaran Allah untuk Membuat Takut HambaNya.

Dijelaskan dalam Hadits Aisyah Radhiyallahu Anha :

...ثُمَّ انْصَرَفَ وَقَدْ انْجَلَتْ الشَّمْسُ فَخَطَبَ النَّاسَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ

"…Kemudian Setelah selesai Shalat, Sudah Berlalu Gerhana Matahari, Beliau Berkhutbah Memuja dan Memuji Allah kemudian Bersabda : Sesungguhnya Matahari dan Bulan adalah Dua Tanda di Antara Tanda-tanda Kekuasaan Allah. Tidaklah Mengalami Gerhana dengan Sebab Kematian atau Kehidupan Seseorang." (H.R Al-Bukhari dan Muslim)

Namun, Khutbah ini Bukanlah Kewajiban atau Rukun dalam Shalat Gerhana, Karena yang Diperintahkan Nabi Shollallahu Alaihi Wasallam adalah Shalat (Ketika Melihat Gerhana), Tidak Ada Penyebutan Perintah Berkhutbah Setelahnya. 

Sebagian Ulama Memberikan Perincian : Jika Dibutuhkan Silakan Berkhutbah, Jika Tidak, Juga Tidak Mengapa. Sebagaimana Dikutip Hal itu oleh Syaikh Abdullah Aalu Bassam dalam Taudhihul Ahkam.

- Selain Shalat, Apa Saja yang Diperintahkan Nabi Jika Kita Melihat Gerhana?

Jawab :
Pada Saat Terjadi Gerhana Kita Diperintahkan untuk Shalat, Banyak Berdzikir, Berdoa dan Bershadaqah.

فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

Jika Kalian Melihat itu (Gerhana) Maka Berdoalah kepada Allah, Bertakbir, Sholat dan Bershadaqahlah. (H.R al-Bukhari dari Aisyah Radhiyallahu Anha)

Dalam sebagian Riwayat Dinyatakan :

فَإِذَا رَأَيْتُمْ كُسُوفًا فَاذْكُرُوا اللَّهَ حَتَّى يَنْجَلِيَا

Jika Kalian Melihat Gerhana, Berdzikirlah kepada Allah hingga Nampak Jelas (Berakhir Gerhananya). (H.R Muslim dari Aisyah Radhiyallahu Anha)
______
Dikutip dari Buku " FIQH BERSUCI DAN SHOLAT SESUAI TUNTUNAN NABI "

GERHANA TIDAK TERLIHAT BERARTI TIDAK ADA SHALAT GERHANA

Karena shalat gerhana ini dikaitkan dengan penglihatan, bukan berdasarkan hisab atau hasil perkiraan ilmu falak atau astronomi. Nabi saw bersabda : 

فاذا رايتموها فافزعوا الي الصلاة

Jika kalian melihat gerhana (matahari atau bulan) maka bersegeralah untuk melaksanakan shalat. ( HR. Bukhori no 1047)

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin pernah ditanya, "Apa hukum jika gerhana matahari tertutup awan mendung, namun sudah dinyatakan di berbagai surat kabar sebelum itu bahwa nanti akan terjadi gerhana dengan izin Allah pada jam sekian dan sekian. Apakah shalat gerhana tetap dilaksanakan walau tidak terlihat gerhana? 

Syaikh menjawab, "Tidak boleh berpatokan pada berbagai berita yang tersebar atau berpatokan semata-mata dengan berita dari para astronom. Jika langit mendung, maka tidak ada shalat gerhana karena Nabi SAW mengaitkan hukum dengan penglihatan. Nabi SAW bersabda : jika kalian melihat terjadinya gerhana, maka segeralah shalat. Satu hal yang mungkin Allah menyembunyikan penglihatan gerhana pada suatu daerah, lalu menampakkannya pada daerah lainnya. Ada hikmah di balik itu semua." (sumber: saaid.Net)

Sehingga jika ada yang shalat gerhana padahal cuma melihat di TV atau berpatokan pada berita saja, nyatanya di daerahnya sendiri tidak tampak gerhana karena tertutup mendung, maka ia telah keliru. (Penulis : Muhammad Abduh Tausikal. Rumaysho.com)

Catatan: Jika suatu daerah tidak teelihat gerhana, maka tidak ada keharusan shalat gerhana. Karena shalat gerhana ini diharuskan bagi siapa saja yang melihatnya sebagaimana disebutkan dalam hadist di atas.
Wallahu A'lam
______

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Benar sekali bahwa shalat gerhana itu adalah shalat yang hanya dilakukan kalau kita mengalami gerhana. Bila kita tinggal di daerah yang tidak mengalami gerhana sama sekali, tentu saja tidak disyariatkan untuk mengerjakannya.

Walaupun gerhana terjadi di dalam negeri kita sendiri, namun bila di wilayah kita sama sekali tidak ada gerhana, maka tidak perlu dilakukan.

Yang menjadi perdebatan dalam fenomena gerhana matahari tanggap 9 Maret 2016 adalah tentang kejadian gerhana di Jakarta atau wilayah lain yang tidak mengalami gerhana secara total 100 persen. Apakah tetap disyariatkan shalat gerhana ataukah tidak. 

1. Tiga Macam Gerhana 

Kalau kita buka pelajaran semasa SD, kita ingat bahwa ada tiga macam gerhana, yaitu total, parsial dan cincin. 

a. Gerhana Total 

Gerhana matahari total terjadi saat jarak terpendek dari bumi ke bulan (perigee) adalah 362.600 km. Apabila kebetulan bayangan bulan jatuh di bumi dan menimbulkan lingkaran hitam di permukaan bumi, tempat-tempat yang berada di lingkaran hitam tersebut mengalami gerhana total. 

Fenomenanya adalah di tengah-tengah siang tiba-tiba matahari 'menghilang' dan langit berubah jadi malam selama beberapa menit. 

b. Gerhana Parsial 

Di bagian luar dari daerah totalitas, terdapat tempat-tempat yang hanya disinggung oleh bayangan 'tambahan' bulan. Tempat-tempat ini mengalami gerhana parsial. Jakarta akan mengalami gerhana matahari parsial dan tidak total. Namun prosentasenya masih cukup besar, yaitu 88,1 persen. 

Secara teori, kegelapan tetap akan terjadi, namun tidak menjadi gelap malam. Cahaya matahari akan menjadi lebih redup. Dan kalau tidak terhalang awan mendung, kita bisa melihat lingkaran atau bulatan mahatari menjadi gompal. 

Informasi yang dikeluarkan oleh LAPAN, bahwa wilayah Jakarta dan sekitarnya akan mengalami 88,1 persen. Di daerah Ibu Kota, gerhana akan mulai terjadi pada pukul 06.19 WIB dan akan memasuki titik maksimum gerhana pada 07.21 WIB. Lalu akan berakhir pada pukul 08.31 WIB. 

Thomas Djamaluddin menyebutkan bahwa jalur gerhana itu selebar 155-160 kilometer dan terentang sejauh 1.200-1.300 kilometer, melintasi 12 provinsi di Indonesia.

Maka secara awam bisa kita katakan bahwa wilayah Jakarta dan sekitarnya akan mengalami gerhana juga, namun tidak sampai 100 persen. 

c. Gerhana Cincin 

Terjadi saat jarak terjauh bulan dan bumi adalah 405.400 km. Dalam kedudukan ini penjangnya kerucut bayangan bulan tidak cukup untuk mencapai bumi. Yang jatuh ke bumi adalah perpanjangan bayangan itu. Daerah-daerah yang berada di perpanjangan bayangan ini mengalami gerhana matahari cincin. Apakah Shalat Gerhana Hanya Berlaku Untuk Gerhana Matahari Total? 

...
Setelah mengetahui tiga macam gerhana di atas, maka yang jadi pertanyaan sekarang adalah : apakah ada syarat bahwa shalat gerhana hanya boleh dilaksanakan hanya pada gerhana matahari total 100 persen saja? Bagaimana bila tidak total seperti 90 atau 80 persen? Adakah dalil sharih dari hadits atau Al-Quran yang mensyaratkan gerhana harus 100 persen? 

Dalam hal ini mungkin saja ada dua pendapat. Satu pihak membuat aturan bahwa selama tidak 100 persen maka dianggapnya bukan gerhana, sehingga tidak perlu ada shalat gerhana. Pihak lain mengatakan walaupun tidak sampai tertutup 100 persen, tetapi tetap saja disebut gerhana juga. Setidaknya meski tidak berubah jadi malam yang gulita, fenomena dan gejalanya akan mendekati. Oleh karena itu, dalam pandangan mereka, shalat gerhana tetap disyariatkan juga. 

Ketua Asosiasi Dosen Falak Indonesia, Ahmad Izzuddin menyatakan bahwa gerhana matahari pada tangal 9 Maret 2016 mirip sekali dengan gerhana yang terjadi masa Nabi SAW. 

Menurut beliau. pada saat zaman Nabi SAW gerhana terjadi tepat pada 29 Syawal 10 Hijriah atau pada tanggal 27 Januari 632 Masehi. Gerhana ini terjadi pada pukul 07:08:51 WD. Yang menarik beliau menambahkan bahwa gerhana di masa Nabi itu pun tidak sampai 100 persen, tetapi hanya 80 persen saja. Silahkan cek: http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160305155432-20-115491/gerhana-matahari-di-semarang-akan-mirip-zaman-nabi- muhammad/ 

Justru yang terjadi di negeri kita lebih tinggi lagi, yaitu mencapai 88 persen. Artinya justru lebih besar dari gerhana zaman Nabi SAW. 

2. Gerhana Tertutup Awan 

Yang juga menjadi pertanyaan banyak orang adalah apakah kita tetap disyariatkan untuk mengerjakan shalat gerhana ketika langit mendung dan tertutup awan? 

Dalam hal ini kita juga menemukan dua pendapat yang saling berbeda juga. 

a. Tidak Ada Gerhana 

Pendapat pertama berkeyakinan bahwa kalau gerhana itu tertutup awan, maka tidak ada gerhana. Setidaknya kita tidak menyaksikan gerhana dengan mata kepala kita sendiri. Dalam pandangan mereka, yang disebut gerhana itu mata kita melihat matahari yang tertutup oleh bulan. 

Kalau mata kita tidak bisa melihat matahari atau bulan, lantaran keduanya tertutup awan, maka dianggap gerhana tidak ada. Oleh karena itu maka tidak perlu kita melakukan shalat gerhana. Kan gerhananya tidak kita lihat. Itu alasannya dan nampaknya rada masuk akal juga. 

b. Tetap Ada Gerhana 

Pendapat yang kedua berkeyakinan bahwa meski pun matahari dan bulan tertutup awan, namun fenomena gerhana tetap kita rasakan di bumi. 

Nampaknya pendapat yang kedua ini memandang bahwa yang namanya melihat gerhana itu tidak harus melihat matahari atau bulan secara langsung, tetapi cukup dengan melihat dampaknya saja yang berupa kegelapan akibat tertutupnya matahari oleh bulan. Cukup seperti itu saja sebenarnya sudah dianggap gerhana. 

Menurut pandangan kelompok kedua ini, inti dari gerhana adalah kegelapan dan bukan ketidaknampakan matahari gara-gara ada mendung. Kasusnya berbeda dengan ru'yatul hilal. Dalam kasus ru'yatul-hilal memang ketika bulan sabit itu tertutup awan, maka kita diperintahkan untuk melakukan istikmal. Sebab yang menjadi objek pada dasarnya adalah hilal atau bulan sabit. 

Sedangkan dalam kasus gerhana matahari dimana kita diperintahkan untuk shalat, yang dijadikan syarat adalah kejadian gerhananya itu sendiri. Gerhana dalam pandangan kelompok ini adalah tertutupnya cahaya matahari oleh bulan, sehingga mengakibatkan kegelapan di langit siang, walaupun ada mendung. 

Mereka membedakan antara kegelapan akibat gerhana dengan kegelapan akibat mendung. Kegelapan karena tertutupnya matahari oleh mendung di siang hari melahirkan kegelapan, tetapi tetap saja mata kita masih bisa membedakan antara siang dan malam. 

Lain ceritanya kalau cahaya matahari ditutup oleh bulan, maka gelapnya jadi berbeda dibandingkan dengan gelapnya mendung. Gelapnya seperti kita melihat awan mendung di malam hari. Suasananya adalah suasana malam. Maka menurut pendapat kedua, shalat gerhana matahari tetap disyariatkan walaupun mendung menutup matahari dan bulan. 

...
Gerhana kali ini terjadi pada pagi hari. Jadi, meski memasuki penghujung musim hujan, secara probabilitas, pembentukan awan umumnya aktif setelah tengah hari. Maka, peluang mendapatkan hari cerah pada 9 Maret masih terbuka.

Seperti tahun 1988, GMT juga terjadi saat musim hujan. Tetapi ketika masuk proses GMT, yang terjadi cuaca justru menjadi cerah, dan bisa diamati dengan jelas.

Kesimpulan 

1. Hukum shalat gerhana matahari disepakati oleh hampir semua ulama hukumnya bukan wajib melainkan hanya sunnah. Namun ada sebagain kalangan dalam mazhab Al-Hanafiyah yang diriwayatkan mewajibkannya. 

2. Tidak ada penjelasan dari ulama salaf tentang pembagian tiga macam gerhana di atas. Maka perbedaan pendapat yang ada lebih merupakan perbedaan ulama di masa sekarang ini saja. 

3. Sebaiknya kita tidak mengedepankan perbedaan-perbedaan yang melahirkan permusuhan atau saling menjelekkan. Yang seharusnya kita tetap saling memaklumi dengan adanya perbedaan yang ada. 

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Oleh: Ahmad Sarwat, Lc., MA
______

.:::: FATWA SYAIKH AL-UTSAIMIN TENTANG PENGUMUMAN SHALAT GERHANA ::::.

وأما إخبار الناس بها قبل حدوثها، فأنا أرى أنه لا ينبغي أن يخبروا بها، لأنهم إذا أخبروا بها استعدوا لها وكأنها صلاة رغبة، كأنهم يستعدون لصلاة العيد، وصارت تأتيهم على استعداد للفعل لا على تخوف، لكن إذا حدثت فجأة، حصل من الرهبة والخوف ما لا يحصل لمن كان عالماً‏.‏
وقال رحمه اللّٰه تعالى في موضع اخر: لا يجوز ان يصلي اعتمادا على ما ينشر في الجرائد او يذكر بعض الفلكيين إذا كانت السماء غيما ولم ير الكسوف لأن النبي صلى اللّٰه عليه وسلم علق الحكم بالرؤية فقال (فإذا رايتموهما فافزعوا الى الصلاة) (رواه البخاري) ومن الجائز ان اللّٰه تعالى يخفي هذا الكسوف عن قوم دون آخرين لحكمة يريدها. 

Adapun mengumumkan kepada masyarakat tentang shalat Gerhana sebelum terjadinya, maka saya memandang tidak bolehnya mengumumkannya, karena apabila diumumkan mereka akan bersiap-siap, seakan-akan shalat ini seperti shalat yang diharapkan (dinantikan), sebagaimana mereka menantikan shalat Id. Jika demikian, maka ketika gerhana datang mereka melakukan shalat karena persiapan bukan karena ketakutan.

Namun apabila Gerhana itu terjadi secara tiba-tiba, timbullah rasa khawatir dan takut yang ini tidak akan didapatkan kecuali bagi orang yang 'aalim.

Dan di fatwa lain beliau رحمه اللّٰه تعالى berkata : tidak boleh bagi seseorang melaksanakan shalat gerhana hanya karena info yg tersebar dari koran (media) atau dari sebagian ahli falak, sementara gerhana tidak terlihat karena langit tertutup dg kabut (mendung), karena Rasulullah صلى اللّٰه عليه و سلم menggantungkan hukum shalat gerhana dg penampakan (bisa di lihat) yaitu dlm sabda-nya : "Apabila kalian melihat gerhana keduanya (matahari atau bulan), hendaklah kalian segera mendirikan shalat." (HR. Bukhari)

Bisa jadi Allah سبحانه و تعالى tidak menampakan fenomena gerhana matahari pada sebagian kaum bukan sebagian yg lain karena sebuah hikmah yg di inginkan -Nya. 

(Majmu' Fatawa wa Rasail Fadhilatisy Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin Juz 16, hal. 300 + situs shaidul fawaid)

Alih Bahasa : Ust. Farhan bin Thalib, Lc, M.pd.i
______

Bahan Renungan...

ATRAKSI ATAU PERINGATAN ???

Saudaraku seiman..
Beberapa hari terakhir ini, berbagai macam media informasi ramai mengabarkan bahwa di negeri kita tercinta ini akan terjadi gerhana matahari total yang diperkirakan berlangsung pada hari Rabu 9 Maret 2016.

Berbagai macam sikap manusia dalam menghadapi fenomena alam yang sangat langkah ini. Diantara mereka ada yang menjadikan kejadian gerhana adalah kejadian yang biasa-biasa saja, sehingga tidak perlu heboh atau bersikap yang tidak wajar.

Ada juga yang menjadikan gerhana matahari sebagai fenomena yang sangat sayang untuk dilewatkan, mereka menganggap itu sebagai hiburan, mereka berusaha mengabadikan moment tersebut dengan berbagai macam persiapan, seperti orang yang akan melihat pertunjukan hebat atau atraksi yang disajikan oleh aktor terkenal.

Adapun orang orang yang beriman yang setia mengikuti petunjuk Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam, mereka melihat peristiwa gerhana sebagai salah satu bentuk kekuasaan Allah azza wa jalla di jagad raya ini. Hati mereka semakin takut kepada Allah azza wa jalla. Mereka mengingat firman Allah : 

وَمَا نُرْسِلُ بِالْآَيَاتِ إِلَّا تَخْوِيفًا

“Tidaklah kami mengirim ayat-ayat itu selain untuk menakut-nakuti (hamba).” (Al Isrâ': 59)

Mereka melakukan sholat sunnah dua rakaat sebagaimana petunjuk Rasulullah alaihis sholaatu was salaam di dalam hadits nya : 

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِىَ

“Matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Kedua gerhana tersebut tidak terjadi karena kematian atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihat keduanya, berdo’alah pada Allah, lalu shalatlah hingga gerhana tersebut hilang (berakhir)” (HR. Bukhari 1043 dan Muslim 2147)

Mereka juga memperbanyak sedekah, memperbanyak istighfar dan berdzikir kepada Allah azza wa jalla.

Semoga Allah azza wa jalla menjadikan kita termasuk orang-orang yang mengikuti petunjuk RasulNya shallahu 'alaihi wa sallam dalam menyongsong fenomena gerhana yang dikabarkan akan terjadi beberapa hari lagi. Aamiin..

Oleh: Ustadz Budi Santoso, Lc حفظه الله تعالى
______

***

Itu tadi beberapa bacaan yang didapat dari beberapa grup. Semoga kita dapat mengambil segala macam ilmu yang bermanfaat dari bacaan tersebut. Allahumma aamiin..

Adanya perbedaan antar sesama manusia adalah suatu hal yang wajar, aku rasa sih gitu. Karena yang namanya manusia itu memang ngga ada yang sempurna, ngga tau apa-apa dan masih minim akan ilmu terutama yaaa aku ini. Tetapi harus diingat bahwa ada sisi positif dibalik perbedaan yang terjadi. Dengan adanya perbedaan, hubungan atau interaksi antar sesama manusia jadi semakin berwarna. Bagaimana tidak? Perbedaan yang terjadi itu, baik disadari ataupun tidak, membuat kita saling mengisi dan saling melengkapi satu sama lain. Oleh karenanya, terkait dengan adanya perbedaan yang pasti ada tuh yaaa dikembalikan lagi kepada kitanya :)

Semoga aku, kamu, dia, mereka dan kita semua termasuk hamba-Nya yang dapat mengambil pelajaran dari apapun yang terjadi.

Selamat melanjutkan perjuangan! Jangan pernah bosan untuk saling mengingatkan dalam kebaikan :)

Sebelum diakhiri, sebagai penutup postingan kali ini.. berikut beberapa kalimat sekaligus pengingat dari dan untuk diri sendiri:

Manusia kan hanya punya rencana, tapi tetap saja apapun yang terjadi pada esok hari adalah rahasia-Nya.
Sama-sama saling mengingatkan supaya ngga pernah lupa buat introspeksi, berbenah serta memperbaiki diri.
Intinya sih jangan pernah lupa buat bersyukur, dalam hal sekecil apapun itu.
Kalau tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi?
Memang ada jaminan kalau kita masih bisa bertemu dengan hari esok?
Wallahu a'lam~

Selamat istirahat, para pejuang!
Salam sehat dan SEMANGAT!

Wassalamu'alaykum.








No comments:

Post a Comment