“Semua produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikat halal.”
Kira-kira
begitulah bunyi Pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 yang membahas
mengenai Jaminan Produk Halal (JPH). Lantas, apakah nantinya Indonesia
hanya membuat dan memperjualbelikan produk halal sepenuhnya?
Ya, pertanyaan inilah yang hingga saat ini masih menjadi perbincangan panas antara pemilik usaha. Pasalnya, masyarakat Indonesia tak sepenuhnya memeluk agama Islam, dan itu artinya, tak semua orang di Tanah Air menggunakan produk yang halal. Tak berhenti sampai di situ, pemerintah pun menargetkan bahwa seluruh usaha yang ada di Indonesia harus memiliki sertifikasi halal selambatnya pada tahun 2019 mendatang. Jelas, bagi sebagian orang, regulasi baru ini cenderung menyulitkan.
Seakan belum cukup, Lukman Hakim selaku Menteri Agam turut meresmikan adanya lembaga baru, yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), tepatnya pada Oktober 2017 lalu. Dibantu oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan MUI, lembaga inilah yang nantinya bertanggung jawab terhadap kelancaran proses sertifikasi halal di Indonesia.
Meskipun demikian, Siti Aminah selaku Kepala Pusat Registrasi Halal BPJPH mengungkapkan, pernyataan pada pasal tersebut tak seperti yang ditakutkan para pemilik usaha selama ini. Siti menambahkan bahwa ada beberapa hal yang harus diketahui dan untuk selanjutnya dipersiapkan oleh pemilik usaha.
Artikel terkait: Pentingnya konsultan hukum dalam pendampingan sertifikasi halal
Menindaklanjuti kewajiban kepemilikan Sertifikat Halal hingga tahun 2019, wajib halal apa yang harus disiapkan para pengusaha? Berikut informasinya:
Ya, pertanyaan inilah yang hingga saat ini masih menjadi perbincangan panas antara pemilik usaha. Pasalnya, masyarakat Indonesia tak sepenuhnya memeluk agama Islam, dan itu artinya, tak semua orang di Tanah Air menggunakan produk yang halal. Tak berhenti sampai di situ, pemerintah pun menargetkan bahwa seluruh usaha yang ada di Indonesia harus memiliki sertifikasi halal selambatnya pada tahun 2019 mendatang. Jelas, bagi sebagian orang, regulasi baru ini cenderung menyulitkan.
Seakan belum cukup, Lukman Hakim selaku Menteri Agam turut meresmikan adanya lembaga baru, yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), tepatnya pada Oktober 2017 lalu. Dibantu oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan MUI, lembaga inilah yang nantinya bertanggung jawab terhadap kelancaran proses sertifikasi halal di Indonesia.
Meskipun demikian, Siti Aminah selaku Kepala Pusat Registrasi Halal BPJPH mengungkapkan, pernyataan pada pasal tersebut tak seperti yang ditakutkan para pemilik usaha selama ini. Siti menambahkan bahwa ada beberapa hal yang harus diketahui dan untuk selanjutnya dipersiapkan oleh pemilik usaha.
Artikel terkait: Pentingnya konsultan hukum dalam pendampingan sertifikasi halal
Menindaklanjuti kewajiban kepemilikan Sertifikat Halal hingga tahun 2019, wajib halal apa yang harus disiapkan para pengusaha? Berikut informasinya:
- Melakukan registrasi kepemilikan Sertifikat Halal pada produk yang diproduksi atau diperdagangkan.
- Jika produk yang diproduksi menggunakan bahan baku yang tidak halal, wajib mencantumkan informasi atau keterangan tidak halal, baik pada kemasan produk maupun tempat usaha.
- Registrasi kepemilikan Sertifikasi Halal dilakukan sebelum batas jatuh tempo, yaitu pada tanggal 17 Oktober 2019 mendatang.
- Mekanisme membuat Sertifikat Halal bisa dilakukan dengan mengisi formulir yang diperoleh dari BPJPH setempat.
- Mempersiapkan biaya pembuatan Sertifikat Halal. Pada umumnya, pembuatan ini memiliki biaya yang berbeda, tergantung pada besar kecilnya jenis usaha yang dimiliki atau dilakukan.
- Apabila Sertifikat Halal telah dikeluarkan oleh MUI, para pemilik usaha bisa menggunakannya hingga empat tahun dan wajib melakukan perpanjang selambatnya tiga bulan sebelum habis masa berlakunya.
Pada
kenyataannya, masih banyak pemilik usaha yang tidak mengindahkan
regulasi baru terkait sertifikasi halal ini. Hal ini disebabkan karena
mereka meyakini bahwa produk yang mereka jual telah sepenuhnya
menggunakan bahan-bahan yang halal. Padahal, pemerintah memberlakukan
ancaman hukuman yang cukup berat bagi pelaku usaha yang tidak memiliki
sertifikasi halal, yaitu:
- Denda pidana minimal sebesar Rp5 miliar.
- Denda kurungan minimal dua tahun.
- Memberikan keterangan sejelas-jelasnya terkait produk yang dibuat atau dipasarkan, tak terbatas pada bahan-bahan yang digunakan.
Dengan demikian, sebelum mendekati akhir masa berlaku, Siti Aminah menghimbau kepada seluruh pemilik usaha yang belum mengantongi Sertifikat Halal untuk segera mengajukan permohonan pembuatannya. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan pemilik usaha dari berbagai konsekuensi yang diberlakukan oleh pemerintah.
Sumber: BP Lawyers Indonesia
No comments:
Post a Comment