Sunday, February 7, 2016

Orthetrum sabina

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu'alaykum.
Hey, pagi!

Baru kali ini nih sok-sok buat judul pakai nama ilmiah. Mungkin masih terbawa suasana kemarin, ketika kaka kelas yang ambil jurusan biologi wisudaan gitu. Semoga taun depan aku bisa nyusul deh yaaa *aamiin!

Jadi, kembali ke nama ilmiah. Orthetrum sabina adalah nama ilmiah atau nama latin dari capung loh, iyaaaa... capung~
._、、、_ 
      
 トンボ    ⊂§⊃
  トンボ  ⊂§⊃
         ⊂§⊃
       . . §
 ⌒ヽ〃⌒ヽ〃

___________

Capung adalah serangga yang mungkin menjadi teman bermain kita saat kita kecil. Banyak sekali mitos yang muncul tentang capung selama ini.
Berikut ini adalah beberapa mitos capung yang akan diluruskan dengan fakta-faktanya:

1. Capung hanya hidup satu hari 
Capung nyataya hidup selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Tujuan utama capung dalam hidup memang untuk kawin sebelum mereka mati. Dengan itulah mereka tidak perlu hidup lama. Namun, kebanyakan capung dewasa akan hidup selama beberapa bulan, setidaknya saat makan, terbang, dan kawin. Biasanya capung tidak mati tua, mereka juga cenderung mati dimakan burung.

2. Capung bisa menyengat
Ini tidak benar. Mungkin beberapa orang yang mengamati capung jantan saat kawin yang memeluk betina dengan penjepitnya, kemudian mengasumsikan bahwa itu dapat menyengat. Capung juga tidak memiliki kantung racun.

3. Capung bisa menjahit bagian tubuh kita
Ini hanya mitos yang biasanya menjadi bahan cerita kepada anak-anak yang nakal oleh orang tuanya. Hanya karena bentuk mulut capung yang runcing, kemudian serangga ini dijadikan peringatan yang cukup menakutkan untuk anak-anak.

4. Capung mengganggu kuda
Sebagian orang merasa bahwa kuda terganggu oleh capung-capung yang beterbangan di atasnya, namun sesungguhnya capung tidak memiliki kepentingan dalam mengganggu kuda. Capung hanya mencari makanan, seperti serangga kecil yang biasanya berada di tubuh kuda atau sapi.

5. Capung itu jahat
Mata capung yang cenderung menonjol keluar dan terkesan mengerikan membuatnya disebut sebagai serangga jahat. Nyatanya, capung justru merupakan hewan yang dermawan.

Sumber: NationalGeographic
___________

Ada apa dengan capung?
Pertanyaan itu tuh yang jadi trending topic di Rawakalong sejak kemarin. 

Jadi tuh kemarin, di depan rumah tetiba hadir sekawanan capung bertepatan dengan turunnya hujan. Ngga terpikir kalau ternyata capungmya masih setia sampai pagi ini loh. Dan hal ini juga menjadi salah satu hal yang sempat disinggung di grup patroli RT tempat aku, isinya tuh remaja dan muda-mudi serta petinggi di wilayah RT (screenshot terlampir).

Pagi ini, aku sempat jadi kurirnya pakdhe (kakaknya alm. bapak) untuk beli sesuatu gitu deh pokoknya. Ketika mulai keluar rumah, ke arah kanan dan berjalan terus menyusuri jalan sampai dengan di jembatan penghubung ke jalan yang 'agak' raya gitu tuh ternyata lumayan banyak capung juga yang ditemui. MasyaaAllah *o*/

Lalu hal lucu lainnya...
Pagi ini tuh aku menjadi delegasi untuk membeli ayam gitu di warung sayur yang terletak di RT lain, posisinya di seberang rumah ditambah lurus dikit (?) Ketika menanti antrian untuk membayar, tibatiba ada dua orang ibu yang buka bahasan tentang capung gitu. Nah, hal itu justru 'mengundang' para pembeli lainnya untuk ikut terlibat dalam pembahasan tersebut. Ya ampuuuunn X'D

Ngga ada yang spesial dan "wah" banget memang... tapi rasanya kisah ini harus diabadikan deh, terlebih lagi bagi blog yang juga terkadang aku jadikan pelampiasan atas segala macam hal yang dipikirkan :'D

Oiya, berbicara tentang capung tuh jadi ingat. Jaman aku kecil tuh ada 'kabar' yang beredar gitu kalau anak kecil yang pusarnya dikasih capung atau diapain gitu sama capung, maka anak itu ngga bakal ngompol lagi. Kalau ngga salah sih gitu, tapi agak lupa juga sih akunya. Alhamdulillahnya, aku sendiri ngga pernah mengalami atau merasakan langsung akan hal itu. Jadi yaaa, ngga ngerti dan ngga tau jugalah.. aku ngga bisa menuliskan banyak, karena aku bukan termasuk pihak terkait (?)

"...Resep tidak ngompol itu gampang, kan? Pusar mu ndak perlu digigit capung. Cukup buang air kecil sebelum tidur. Kalau tengah malam ingin buang air kecil, segera bangun. Tapi kalau takut, boleh membangunkan Nenek atau Om untuk diantar ke belakang,..." - kidnesia.com

Maria Herlina Limyati, MSi, Psi dari Metamorphe Psychological Services mengatakan, menaruh capung di atas pusar anak untuk mengatasi masalah mengompol bukan solusi yang tepat. - okezone.com

Terakhir...

***
 
Tuesday, 31 July 2012

Gawat, Sebentar Lagi Capung Hilang dari Indonesia

Sebuah laporan mengejutkan datang dari World Dragonflies Association (WDA) atau komunitas pecinta capung internasional yang berpusat di Inggris. Diberitakan, capung di Indonesia terancam punah.

Tak mengherankan, semakin lama bertambah susah menemukan capung terbang di alam bebas. Di tahun 80-an, kita masih mudah melihat koloni capung di lapangan, di antara semak dan pepohonan, apalagi saat musim panas tiba. 

Orang tua kita dulu masih percaya mitos, bahwa capung bisa menghentikan kebiasaan ngompol pada anak. Caranya dengan membiarkan capung menggigit pusar di perut. Pernah dengan kepercayaan demikian?

Dewasa ini, di mana kita bisa dengan mudah menemukan capung? Menurut Ketua Indonesia Dragonfly Society (IDS) Wahyu Sigit, catatan dari WDA berdasarkan temuan PBB menyebutkan kondisi perairan di Indonesia sangat memprihatinkan. Padahal kehidupan capung sangat tergantung pada kondisi air.

"Di beberapa daerah yang terdapat air, sudah banyak tidak ditemukan capung. Di Malang, capung tidak ditemukan di Talun atau sepanjang Sungai Brantas,” paparnya seperti dikutip dari tribunnews.

Keberadaan capung Indonesia memang semakin mengkhawatirkan. Hal ini bisa disamakan dengan eksistensi kunang-kunang yang juga terancam punah. 

Budayawan Prie GS pernah menyinggung hal ini dalam sebuah acara. Disebutkan, orang Jepang yang menyadari kunang-kunang telah musnah dari negeri mereka terpaksa beternak kunang-kunang agar bisa disebarkan lagi di alam. Apakah hal yang sama akan, dan terpaksa kita lakukan di negeri ini?

Catatan

Capung memiliki beberapa nama unik di setiap daerah. Orang Sunda menyebutnya papatong, di Jawa dikenal kinjeng, coblang, gantrung, atau kutrik. Orang Banjar mengenal kasasiur, dan di Flores disebut tojo.

Ironis, ada sekitar 700 jenis capung di Indonesia, dan 136 jenis di antaranya bisa ditemukan di Jawa. Faktanya, tidak banyak buku tentang capung untuk lebih mengakrabkan hewan pemakan jentik nyamuk dan hama di sawah ini.

Berdasar catatan IDS, hinggga kini hanya dua buku karya orang Indonesia yang membahas tentang capung, yitu ‘Mengenal Capung’ karya Shanti Susanti terbitan Puslitbang Biologi-LIPI tahun 1998, dan kumpulan esai berjudul ‘Capung Teman Kita’ yang diterbitkan Pelestarian Pusaka Indonesia pada 2011 lalu.

Apakah kita sudah terlambat menyelamatkan capung dari kepunahan?

Sumber: tribunnews.com
___________

Itu agak syeram juga beritanya yaaa, secara ngga langsung kalau itu terjadi yaaa bisa memutuskan rantai makanan ._.
Ahh, ntahlah aku mah emang bukan ilmuwati (?) ataupun peneliti dalam bidang terkait. Satu hal yang perlu disyukuri adalah nyatanya tuh di Rawakalong sedang diramaikan dengan kehadiran kawanan capung *o*/

Daaaaann....
Selanjutnya maafkan, ini bahasa akunya lagi aneh banget kayaknya ya X'D
Mungkin efek lapar (?) ._.
Kalau gitu selamat makan dan jaga kesehatan yaaaa, kaliaaaaann {}

Salam sehat dan SEMANGAT!
(ง ˙o˙)ว


No comments:

Post a Comment